Cerita Menuju Destinasi Wisata Mimika yang Masih Tersembunyi

bakau (Foto : )

Destinasi wisata Mimika tak hanya distrik modern Kuala Kencana atau Ekowisata Hutan Mangrove saja tapi ada juga objek wisata yang belum banyak orang tahu. Apa itu ? Ikuti cerita ini sampai habis. Ketika mendarat di Mimika (penduduk lokal justru menyebut Mimika bukan Timika) saya dan tim selanjutnya ditugaskan di cabang olahraga Atletik dalam rangka PON Papua  1-15 Oktober 2021 lalu.

Kami tak hanya memikirkan pekerjaan tapi juga mengatur jadwal kemana harus dituju ketika waktu hari istirahat atau libur tiba. Banyak orang menyarankan ke Kuala Kencana sebuah distrik modern yang berjarak 15 menit dari kota Mimika.

Sebuah kota yang dibangun untuk pemukiman pegawai PT Freeport.  Kota Modern di tengah hutan dengan sistem keamanan yang ketat. Ada juga saran untuk mendatangi tempat wisata Mimika, Taman Ekowisata Mangrove di Desa Poumako. Kawasan hutan mangrove/ bakau Mimika yang sudah ada sejak 2017 dan dijadikan destinasi wisata Mimika jelang PON Papua XX.

Kawasan hijau dengan pemandangan darat dan laut serta kicauan burung saling bersautan. Ini masuk dalam daftar liburan kami.  Kamar hotel penuh karena PON, maka kami menginap di salah satu rumah warga yang disewakan.

Rumah Ibu Candra dan Bapak Frans di Jalan SP2, asri dan sesuai dengan kebutuhan kami. Ketika hari libur tiba di acara “pesta ngaliwet" atau makan bersama dengan nasi liwet, terbersit ide ke desa Poumako  dan langsung kami disampaikan ke Pak Frans untuk mencari petunjuk.

Gayung bersambut ternyata Pak Frans memiliki Rumah vila di desa nelayan Poumako dan juga menawarkan keliling hutan Mangrove dengan speed boat (perahu motor) serta melihat Pelabuhan Portsite milik Freeport dari dekat.

Esok paginya berangkat dari kota Mimika ke Poumako. Selama 50 menit perjalanan kami disuguhkan dengan hijaunya hutan Mangrove dan jalan yang mulus. Jalur ini juga menuju ke Taman ekowisata Mangrove  yang terletak di kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Poumako, Mimika Timur, tak jauh dengan rumah villa Bapak Frans.

Selama perjalanan Bapak Frans banyak bercerita soal penduduk asli Timika yang yang didiami oleh suku Kamoro, adat dan budayanya. Juga hadirnya suku lain seperti suku asmat dan pendatang lainnya dari Pulau Jawa dan Sulawesi di pesisir sungai Mimika, dekat Laut Arafura di selatan Papua. 

Dibelakang rumah Vila Bapak Frans yang langsung bertemu dengan sungai terlihat lima speedboad, satu perahu sudah disiapkan untuk kami berkeliling sungai. Kami bersepuluh dalam speedboad mulai mengelilingi sungai,  bergerak  diantara indahnya hutan mangrove, melewati Port Poumako dan pelabuhan Timika menuju Portsite, Pelabuhan PT Freeport. Tak sedikit kapal berbadan besar hingga kapal penumpang terlewati. Yang paling menakjubkan, kawanan lumba-lumba terus mengikuti perahu kami. 

"Ini pengalaman yang tidak bisa diulang dan beberapa kali saya ke Papua, ini liburan yang paling berkesan dan menancap di memory saya", kata Ulam Sitangang salah satu kru kami yang ikut serta.

"Masya Allah indah banget pemandangannya," sayapun bergumam. Speedboat kami pun mendekati Portsite, terlihat kapal besar bersandar di dermaga milik PT Freeport itu. Selanjutnya kapal  yang dikemudikan Bapak Frans menuju Pulau Karaka, kampung nelayan tradisional di Mimika Timur. Disana sudah banyak anak kecil yang sedang berenang dan bermain di pantai dari pulau Karaka. Mereka menyebutnya 'pasir'.

"Bang sini bang mampir ke pasir, main bersama kami,"

Itu teriakan anak-anak Pulau Karaka yang juga bagian dari Suku Kamoro,  meminta perahu kami merapat. Karena air sudah mulai dangkal dan perahu tidak dapat merapat  akhirnya anak-anak Pulau Karaka pun yang mendekati perahu kami sehingga momen ini tidak kami lewatnya dengan bersua foto latar belakang mereka. 

Setelah dari pulau Karaka, Perjalanan dilanjutkan. Kapal tidak bisa mendekati Laut Arafura selain air yang mulai dangkal, bensin yang kami bawa pun terbatas maka kami putuskan kembali ke rumah vila  Bapak Frans dan tetap ditemani oleh lumba-lumba di kanan kiri speedboat kami. Momen yang tidak bisa dilupakan dari Mimika, Papua.

Ini adalah destinasi wisata yang belum banyak orang tahu dan mencoba. Butuh promosi yang masif dan kerjasama antara pemerintah daerah dan nelayan di desa Poumako agar wisatawan dapat hadir dan terlayani dengan baik seperti pengalaman yang kami alami di Poumako ini.  Peta lokasi liburan mengelilingi hutan mangrove di Mimika, papua

Destinasi wisata Mimika tak hanya distrik modern Kuala Kencana atau Ekowisata Hutan Mangrove saja tapi ada juga objek wisata yang belum banyak orang tahu. Apa itu ? Ikuti cerita ini sampai habis. Ketika mendarat di Mimika (penduduk lokal justru menyebut Mimika bukan Timika) saya dan tim selanjutnya ditugaskan di cabang olahraga Atletik dalam rangka PON Papua  1-15 Oktober 2021 lalu.

Kami tak hanya memikirkan pekerjaan tapi juga mengatur jadwal kemana harus dituju ketika waktu hari istirahat atau libur tiba. Banyak orang menyarankan ke Kuala Kencana sebuah distrik modern yang berjarak 15 menit dari kota Mimika.

Sebuah kota yang dibangun untuk pemukiman pegawai PT Freeport.  Kota Modern di tengah hutan dengan sistem keamanan yang ketat. Ada juga saran untuk mendatangi tempat wisata Mimika, Taman Ekowisata Mangrove di Desa Poumako. Kawasan hutan mangrove/ bakau Mimika yang sudah ada sejak 2017 dan dijadikan destinasi wisata Mimika jelang PON Papua XX.

Kawasan hijau dengan pemandangan darat dan laut serta kicauan burung saling bersautan. Ini masuk dalam daftar liburan kami.  Kamar hotel penuh karena PON, maka kami menginap di salah satu rumah warga yang disewakan.

Rumah Ibu Candra dan Bapak Frans di Jalan SP2, asri dan sesuai dengan kebutuhan kami. Ketika hari libur tiba di acara “pesta ngaliwet" atau makan bersama dengan nasi liwet, terbersit ide ke desa Poumako  dan langsung kami disampaikan ke Pak Frans untuk mencari petunjuk.

Gayung bersambut ternyata Pak Frans memiliki Rumah vila di desa nelayan Poumako dan juga menawarkan keliling hutan Mangrove dengan speed boat (perahu motor) serta melihat Pelabuhan Portsite milik Freeport dari dekat.

Esok paginya berangkat dari kota Mimika ke Poumako. Selama 50 menit perjalanan kami disuguhkan dengan hijaunya hutan Mangrove dan jalan yang mulus. Jalur ini juga menuju ke Taman ekowisata Mangrove  yang terletak di kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Poumako, Mimika Timur, tak jauh dengan rumah villa Bapak Frans.

Selama perjalanan Bapak Frans banyak bercerita soal penduduk asli Timika yang yang didiami oleh suku Kamoro, adat dan budayanya. Juga hadirnya suku lain seperti suku asmat dan pendatang lainnya dari Pulau Jawa dan Sulawesi di pesisir sungai Mimika, dekat Laut Arafura di selatan Papua. 

Dibelakang rumah Vila Bapak Frans yang langsung bertemu dengan sungai terlihat lima speedboad, satu perahu sudah disiapkan untuk kami berkeliling sungai. Kami bersepuluh dalam speedboad mulai mengelilingi sungai,  bergerak  diantara indahnya hutan mangrove, melewati Port Poumako dan pelabuhan Timika menuju Portsite, Pelabuhan PT Freeport. Tak sedikit kapal berbadan besar hingga kapal penumpang terlewati. Yang paling menakjubkan, kawanan lumba-lumba terus mengikuti perahu kami. 

"Ini pengalaman yang tidak bisa diulang dan beberapa kali saya ke Papua, ini liburan yang paling berkesan dan menancap di memory saya", kata Ulam Sitangang salah satu kru kami yang ikut serta.

"Masya Allah indah banget pemandangannya," sayapun bergumam. Speedboat kami pun mendekati Portsite, terlihat kapal besar bersandar di dermaga milik PT Freeport itu. Selanjutnya kapal  yang dikemudikan Bapak Frans menuju Pulau Karaka, kampung nelayan tradisional di Mimika Timur. Disana sudah banyak anak kecil yang sedang berenang dan bermain di pantai dari pulau Karaka. Mereka menyebutnya 'pasir'.

"Bang sini bang mampir ke pasir, main bersama kami,"

Itu teriakan anak-anak Pulau Karaka yang juga bagian dari Suku Kamoro,  meminta perahu kami merapat. Karena air sudah mulai dangkal dan perahu tidak dapat merapat  akhirnya anak-anak Pulau Karaka pun yang mendekati perahu kami sehingga momen ini tidak kami lewatnya dengan bersua foto latar belakang mereka. 

Setelah dari pulau Karaka, Perjalanan dilanjutkan. Kapal tidak bisa mendekati Laut Arafura selain air yang mulai dangkal, bensin yang kami bawa pun terbatas maka kami putuskan kembali ke rumah vila  Bapak Frans dan tetap ditemani oleh lumba-lumba di kanan kiri speedboat kami. Momen yang tidak bisa dilupakan dari Mimika, Papua.

Ini adalah destinasi wisata yang belum banyak orang tahu dan mencoba. Butuh promosi yang masif dan kerjasama antara pemerintah daerah dan nelayan di desa Poumako agar wisatawan dapat hadir dan terlayani dengan baik seperti pengalaman yang kami alami di Poumako ini.  Peta lokasi liburan mengelilingi hutan mangrove di Mimika, papua

USD)