Generasi yang lahir tahun 2.000an mungkin sudah tidak banyak yang mengenal atau pernah menyaksikan pertunjukan Lengger dalam berbagai kegiatan di desa-desa Banyumas. Lengger adalah kesenian asli Banyumas berupa tari tradisional yang dimainkan penari serupa perempuan. Serupa perempuan? Ya! Serupa perempuan!Kesenian Lengger Banyumasan ini diiringi oleh musik calung, gamelan yang terbuat dari bambu. Tarian ini pernah disebut dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Perbedaan Lengger dengan Ronggeng adalah wilayah sebarannya. Lengger lebih berkembang di sisi kiri Sungai Serayu, sedangkan Ronggeng di sisi kanan. Namun pada intinya, keduanya adalah tarian rakyat yang diiringi musik calung. Gerakan tari Lengger didominasi goyangan pinggul sehingga terlihat menggemaskan mengikuti irama khas Banyumas yang lincah dan dinamis.Pada awalnya, Lengger adalah bagian dari ritual (sakral) dalam upacara baritan (upacara syukuran keberhasilan/pascapanen). Namun kini Lengger hanya sebagai hiburan dan seni pertunjukan. Sudah jarang bisa dijumpai, Lengger Banyumasan digelar pada acara hajatan, hari besar, penyambutan tamu terhormat dan festival budaya di Jawa Tengah.Lengger Banyumasan memiliki keunikan tersendiri. Kalau sekarang Lengger ditarikan oleh para perempuan, dulunya oleh para lelaki yang berdandan serupa perempuan. Wow!Pasca kerusuhan politik ideologi 1965, sentimen terhadap para seniman Lengger memuncak. Erat kaitannya dengan Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA) bentukan Partai Komunis Indonesia. Para penari Lengger laki-laki mengalami stigma buruk dan kekerasan. Mereka menjadi kaum tersisih di Banyumas.[caption id="attachment_297839" align="alignnone" width="620"]