Film Trinil : Film Drama Berbalut Teror Berdarah

Adegan Wulan Guritno di Film Trinil
Adegan Wulan Guritno di Film Trinil (Foto : istimewa)

AntvFilm Trinil: Balekno Gembungku (Kembalikan Tubuhku ) adalah sebuah drama Radio horor yang viral di era 80-an. Kisah cinta segitiga antara Ibu-anak dan seorang pemuda beranama Bagus Sujiwo yang berujung pembunuhan sadis, menjadi kisah tragis dan ironis pada jamannya.

Hal ini yang mendasari Hanung Bramantyo untuk kembali menyutradarai Horor, karena kisah tersebut dianggap masih relevan di era sekarang. Namun Hanung tidak begitu saja mengadopsi drama Radio tersebut ke dalam film. Hanung hanya mengambil kerangka utama kisah cinta Trinil-Kustirah dan Bagus Sujiwo.

Tercetusnya keinginan kembali ke genre Horor, pertama kali tercuat disaat pendemi Covid 2019-2020, dimana saat itu kematian demi kematian menjadi hal biasa.

"Setiap hari, ketika mendengar suara sirine ambulan melintas, serasa malaikat maut sedang mengintai rumah, yang setiap saat menjemput kita, orang tua kita, atau anak-anak kita.Situasi tersebut adalah Horor dalam arti yang sebenar-benarnya" kata Hanung kepada wartawan saat gala premier di Epicentrum 27 Desember 2023.

George Milles, bapak film Fiksi Dunia, menyebutkan bahwa Horor bukan sekedar hantu. Tapi bagaimana penonton merasakan pengalaman mencekam yang disebabkan teror. Pada Film Cabinet Dr. caligary, Robert Wyene, sang sutradara bahkan samasekali tidak menghadirkan hantu, namun setting, character, cerita, music serta warna yang dihadirkan sangat mencekam.

Pada intinya, menurut Hanung, Horor adalah situasi yang mencekam akibat teror yang tak diketahui pelakunya. Bukan sekedar hantu bergentayangan, atau akrobat jump scare yang Nir- kisah alias tanpa cerita yang kuat.

Dari pengalaman para maestro film dunia, Hanung ingin mengembalikan Horor pada pakemnya, yaitu Teror yang sangat berkaitan dengan situasi yang sangat dekat dengan penontonnya.

Menurut Hanung, situasi Horor di Indonesia terjadi pada 3 masa, yaitu saat peristiwa pembunuhan massal tahun 1965, tragedi penculikan aktivis 1998 dan situasi Covid 2019. Lewat 2 film horor terdahulunya: Lentera Merah dan Tragedi Sundel Bolong, Hanung bermain pada peristiwa tragedi 1965.

Di Film Trinil kali ini, Hanung memilih era 1970-80 an sebagai sebuah setting cerita. Karena di era tersebut, disamping menjadi latar orisinil drama radio Trinil, juga menghadirkan situasi politik Indonesia yang sedang memanas paska kejatuhan Rezim Soekarno.

Pemerintah Orde Baru, yang dikomandoi Jenderal Soeharto, mengawali masa otoriternya dengan membatasi Partai Politik menjadi 3 Partai : PPP, Golkar dan PDI. Akibatnya, kelompok masyarakat yang tidak memiliki kepentingan dengan ketiga partai tersebut dipaksa tunduk.

Bagi yang melawan, akan dibunuh secara misterius seperti mati terbakar, gantung diri bahkan ada yang menceburkan diri ke sungai. Situasi tersebut dipilih Hanung menjadi latar belakang Film Trinil : Balekno Gembungku untuk menandai kembalinya ke genre horor setelah 17 tahun silam, sekaligus kembalinya DAPUR FILM dalam memproduksi film secara mandiri setelah Film Hijab, 2015, yang sempat menuai kontroversi.

Kali ini Hanung dan Dapur Film menggandeng Seven Sky dan K-Studio, perusahaan dari Malaysia, untuk join venture dalam hal pendanaan.

Film ini dibintangi Carmela van der Kruk, Rangga Nattra, Fattah Amin, Shalom Razade, serta Wulan Guritno. Juga aktor-aktor senior di seni peran seperti : Willem Bever, Elly Luthan, Goetheng Ikhu Ahkin, Almarhum Suyik dan Bambang Paningron.

Ini kali pertama Wulan Guritno dan putrinya, Shalom Razade, membintangi film yang sama.

“Kalau main bareng, ini pertama kali tapi enggak satu frame. Kami memerankan satu tokoh. Shalom memerankan Ayu saat muda. Buat aku, memerankan Ayu prosesnya panjang. Ayu diceritakan dari A sampai Z. Ia menghalalkan segala cara untuk mendapat yang ia mau. Lalu, ditimpa tragedi dari keserakahannya itu,” ujar Wulan Guritno.