Banyak Korban Tewas di Gempa Cianjur, BMKG Akan Identifikasi Wilayah Rawan Gempa dan Longsor

Banyak Korban Tewas di Gempa Cianjur, BMKG Akan Identifikasi Wilayah
Banyak Korban Tewas di Gempa Cianjur, BMKG Akan Identifikasi Wilayah (Foto : Dok. Istimewa)

Antv – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan memadukan data dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM.

Hal ini terkait wilayah rawan gempa dan longsor untuk mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan usai gempa Cianjur, Jawa Barat.

"Saat ini BMKG tengah melakukan survei. Ini untuk mengidentifikasi wilayah mana saja yang aman terhadap guncangan gempa," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022). 

Menurutnya, banyaknya korban meninggal dan kerusakan yang terjadi usai gempa bermagnitudo 5,6 disebabkan gempa dangkal. Sekaligus struktur bangunan di wilayah terdampak tidak memenuhi standar tahan gempa.

"Mayoritas bangunan yang terdampak karena dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa yang menggunakan besi tulangan dengan semen standar. Akibatnya, bangunan tersebut tidak mampu menahan guncangan gempa," ujarnya. 

Karenanya, dia mengimbau adanya fokus rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan usai gempa. Selain itu, harus dengan struktur tahan gempa demi menekan jumlah korban.

"Perlu dipahami bahwa banyaknya korban jiwa dan luka-luka dalam gempa bumi Cianjur bukan diakibatkan guncangan gempa bumi. Melainkan karena tertimpa bangunan yang tidak sesuai dengan struktur tahan gempa bumi," ujarnya. 

Khusus untuk pemukiman warga di daerah lereng-lereng dan perbukitan, kata Dwikorita, maka opsi relokasi harus dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Mengingat gempa di Cianjur merupakan gempa yang berulang setiap 20 tahunan dan kemungkinan dapat terjadi kembali.

Ia menambahkan, topografi di wilayah lereng dan perbukitan tersebut juga tidak stabil dengan kondisi tanah yang rapuh. Selain itu juga lunak dan sering jenuh air akibat curah hujan yang cukup tinggi.

Sementara itu, pakar tsunami Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko mengatakan, harus ada mitigasi bencana dengan membangun bangunan tahan gempa penting. Khususnya dalam melakukan renovasi dan rehabilitasi setelah gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Menurutnya, gempa bumi dengan magnitudo 5,6 pada siklus yang lebih pendek akan lebih sering terjadi. Dibanding dengan gempa bumi megathrust dengan magnitudo di atas 7-9 di zona subduksi.

"Aspek ketahanan gempa perlu diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur dan bangunan lain untuk mengantisipasi. Serta meminimalisir dampak kerusakan akibat gempa di masa mendatang," kata Widjo.