Mantan Direktur BPN: Terbukti Maladministrasi, BPN Berwenang Batalkan Sertifikat

maladministrasi, sertfikat
maladministrasi, sertfikat (Foto : )
Agus Muldya yang pernah ditugaskan membebaskan Warga Indonesia yang menjadi sandera kelompok Abu Sayf ini menilai BPN terindikasi bekerja sama dengan penyerobot tanah, karena menggunakan sarana yang sama, yaitu menyerahkan prosesnya ke Pengadilan. Koordinator Gesit Ampera, Agus Muldya Natakusuma, mencontohkan, tanah girik Persil 913 seluas 2,5 hektare di Lengkong Gudang, Serpong, tidak pernah dijual oleh pemiliknya yang sah atas nama Rusli Wahyudi, bahkan sudah disahkan Pengadilan Tinggi serta telah dieksekusi Tahun 1998 lalu. Namun kini sertifikatnya justru beralih, atas nama perusahaan .“Jadi, BPN sebetulnya tahu status tanah tersebut bukan milik BSD,” terang Agus ditemui di Kantor BPN Tangsel, Rabu (2/5/2018). Dilanjutkan Agus, setelah putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat keluar, ahli waris pemilik girik tidak mengajukan proses banding. Sehingga bisa ditafsirkan, jika keputusan Pengadilan Tinggi telah berkekuatan hukum tetap. Tanah seluas 2,5 hektare itu pun sah berada dibawah kepemilikan Rusli Wahyudi, namun ada oknum aparat yg berusaha mengganggu ketetapan pengadilan itu dengan mengintimidasi pemiliknya, Rusli. Padahal hingga tahun 2005, Rusli membayar tanah tersebut, sebelum akhirnya muncul gugatan oleh pihak Pengembang . “Pak Rusli tidak Ada sengketa dengan BSD. Lalu tanah siapa yg mereka gugat?,” imbuh Agus.Ditambahkannya, bukti lain yang memperkuat adalah surat pernyataan dari pihak Kelurahan setempat, yang berisi keterangan bahwa tidak ada permintaan jual beli atas girik tersebut. Sehingga menurut Agus, makin jelas dan terang benderang jika terjadi tindakan ilegal berupa jual beli sertifikat tanah bodong, karena pemilik yang sah tidak pernah menjualnya.“Kalau BPN membuat sertifikat atas dasar surat curian, itu jelas Maladministrasi , BPN sebetulnya punya kewenangan untuk membatalkan sertifikat yang nyata-nyata Maladministrasi tanpa melalui pengadilan"ujarnya
 Menurut Agus program reformasi agraria yang dijalankan Presiden Jokowi tidak akan menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat, jika BPN justru berpihak kepada para penyerobot tanah, dan atau menggunakan cara-cara yang sama dengan mafia tanah.
"Presiden Jokowi yang mengedepankan nasib rakyat, harus tegas jika terjadi perampasan tanah seperti ini. Meski sudah diproses dari mulai Kelurahan Desa dan sampai ke meja Presiden,  jika ini dibiarkan bisa mengadu domba warga antara pemilik lama yang tanahnya dirampas dengan pembeli rumah dari pengembang"tandasnya.
Agus Muldya menambahkan, dalam reformasi agraria seharusnya Kepala BPN menjadi orang yang terdepan sebagai pembela hak-hak rakyat yang tanahnya dirampas konglomerat dengan dukungan oknum birokrat dan aparat. Jadi, bukan sebaliknya membiarkan rakyat bertarung di pengadilan melawan pihak yang mengusai tanah mereka secara tidak sah. "Kalau kepala BPN bungkam padahal tahu terjadi maladministrasi dalam penerbitan sertifikat maka akan semakin banyak rakyat yang akan menjadi korban. "Reformasi agraria yang dipimpin Presiden Jokowi akan kehilangan makna jika kepala BPNnya melempem yang bisa menular kepada pejabat BPN dibawahnya"ujarnya.