Polisi Gagalkan Penyelundupan Sepuluh Ton Pupuk Bersubsidi

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sepuluh Ton Pupuk Bersubsidi (Foto antvklik-Opih)
Polisi Gagalkan Penyelundupan Sepuluh Ton Pupuk Bersubsidi (Foto antvklik-Opih) (Foto : )

Kepolisian Resor Indramayu, Jawa Barat, menggagalkan pengiriman sepuluh ton pupuk bersubsidi ilegal yang diduga hendak diselewengkan. Dari kasus ini, polisi menahan sepuluh orang tersangka, menyita sepuluh ton pupuk bersubsidi, satu unit truk serta barang bukti lainnya. Kapolres Indramayu, AKBP Mokhamad Lukman Syarif yang didampingi kasat reskrim polres Indramayu AKP Luthfi Olot Gigantara mengatakan, penangkapan bermula dari patroli aparat kepolisian.

Saat patroli itulah, mereka menemukan aktivitas penurunan pupuk di desa Kedokan Bunder, Kecamatan Kedokan Bunder. Saat digeledah aparat menemukan 10 ton pupul bersubsidi asal Karawang yang diduga hendak dijual secara ilegal di Indramayu. Petani di Indramayu saat ini mengalami kelangkaan pupuk bersubsidi. "Jadi mereka membentuk satu sindikat, yang seharusnya pupuk ini beredar di Karawang akhirnya diloncat-loncatkan ke daerah lain.

Disembunyikan dulu di satu tempat penimbunan, dan baru di distribusikan ke sejumlah tempat sesuai pesanan," ujar Lukman.  Dari praktek ilegal ini para tersangka mendapatkan keuntungan berlipat. Harga eceran tertinggi pupuk urea bersubsidi saat ini Rp.225.000 per kwintal. Para tersangka menjualnya ke petani di Indramayu seharga Rp.350.000 per kwintalnya.

Dalam kasus ini polisi menangkap KNT, YN, RK, MAA, AM, JY, AT, AR, RS, dan CS. Ahmad sadali, PLT Kadis Pertanian menuturkan, kebutuhan pupuk di Indramayu sangat tinggi. Kuota pupuk tidak mampu mencukupi kebutuhan pupuk para petani. "Sebetulnya dalam sisi kuota memang kurang di Indramayu, apalagi dengan adanya sebuah kondisi penyalahgunaan dalam pendistribuian pupuk, tentunya petani kita akan akan menjadi kekurangan sekali.

Dilihat dari RDOK petani kita memang kurang dengan kisaran yang hanya 80 persen," tandas Ahmad sadali kepada antvklik.com Rabu (16/ 02/ 2022 ). Para tersangka akan dijerat dikenai Undang-Undang Darurat Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1955, tentang tindak pidana ekonomi perdagangan dan penyalahgunaan pupuk bersubsidi. Mereka terancam hukuman 5 tahun penjara. Polisi saat ini juga memburu sejumlah pelaku lain yang terlibat dalam praktek ilegal ini. (Opih Riharjo)