Bengis, Polisi Myanmar Hentikan Ambulans dan Pukuli Paramedis

polisi myanmar gebuki paramedis
polisi myanmar gebuki paramedis (Foto : )
Pasukan keamanan di Myanmar disebut menargetkan paramedis yang merawat pengunjuk rasa antikudeta yang terluka saat unjuk rasa berdarah Rabu lalu. Paramedis ikut jadi sasaran ketika polisi dan tentara pekan ini mulai menembakkan peluru tajam ke arah demonstran tanpa pandang bulu.
Ratusan ribu orang telah berdemonstrasi di kota-kota di seluruh negeri setelah militer menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi. Sedikitnya 50 pengunjuk rasa telah tewas sejak awal gerakan pembangkangan sipil. Sebanyak 38 dari mereka tewas pada Rabu (3/3/2021) lalu ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan peluru tajam.Lebih dari 1.200 orang telah ditangkap, termasuk paramedis. Rekaman video yang menjadi viral di media sosial setelah tindakan keras tersebut menunjukkan anggota kelompok relawan yang berbasis di Yangon, Mon Myat Seik Htar (MMSH), dipukuli oleh polisi."Polisi menghentikan ambulans dan memerintahkan mereka untuk keluar. Beberapa saat kemudian, polisi mulai memukuli mereka dengan tongkat," kata salah satu pemimpin kelompok itu, yang meminta namanya tidak disebutkan kepada 
Arab News,  Sabtu (6/3).Polisi menggunakan persediaan senjata untuk memukuli mereka. salah satu anggota tim terluka parah setelah helm pengamannya rusak. Mereka berempat, kata pemimpin MMSH, dibawa ke penjara Insein yang terkenal kejam.Dua anggota dari We Love North Okalapa (WENO), tim penyelamat di kotapraja Okalapa Utara Yangon, ditahan pada hari yang sama, tetapi kemudian dibebaskan.Seorang relawan WENO mengatakan bahwa salah satu yang ditahan adalah ketua kelompoknya. "Ketua terluka parah oleh pentungan sementara yang lain ditembak di paha oleh polisi," katanya kepada  Arab News .Bahkan, ambulans MMSH dan WENO dihancurkan oleh aparat keamanan. Pasukan juga menggerebek kantor Masyarakat Layanan Pemakaman Gratis (FFSS) di Okalapa Utara untuk mencari pendirinya Kyaw Thu, salah satu aktivis sosial paling vokal di negara itu.Pascameningkatnya kekerasan, kelompok yang hadir di seluruh pelosok negeri ini menolak memberikan layanan medis kepada orang-orang yang terkait dengan militer. Arab News