Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu

Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu
Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu (Foto : )
Adakah hubungan antara Desa Penari dengan perempuan penari pada lembar uang Rp5.000? Siapakah perempuan penari itu? Berpakaian Jawa lengkap untuk menari. Rangkaian melati juga menghiasi rambutnya. Tarian apa yang sedang diperagakannya?
Sadarkah kita bahwa ada pakem gambar pada lembaran uang rupiah kita? Wajah para pahlawan, keunikan budaya dan pesona alam maupun hewan endemik dilukiskan dalam alat jual beli sah Indonesia ini. Desain yang unik dan indah ini disebut-sebut sebagai desain terindah di dunia.
Misteri Demikian pula yang berada pada lembaran uang lima ribu rupiah. Pada satu sisi tergambar sosok perempuan yang sedang menari. Siapakah dia? Tarian apakah yang ia peragakan? Adalah akun Twitter @gamilaarief. Meminta para pengguna Twitter untuk menemukan siapa sosok penari yang ada dalam pecahan uang Rp10.000 dan Rp5000. Ratusan akun Twitter mencuit ulang. [caption id="attachment_266525" align="alignnone" width="983"]Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu Foto: Twitter[/caption] Akun @RevieSyilviana merespons. Menyebut perempuan penari yang ada di lembar uang Rp5.000 bernama Ardini yang pernah bekerja di Peruri. [caption id="attachment_266527" align="alignnone" width="797"]Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu Foto: Twitter[/caption] Sedangkan akun @nyrasepthya_ mengirim foto sang penari bernama Ardini. [caption id="attachment_266530" align="alignnone" width="629"]Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu Foto: Twitter[/caption] Sementara penari pada uang Rp10.000 masih misteri meski sempat disebut-sebut karyawati aktif Peruri. [caption id="attachment_266528" align="alignnone" width="900"]Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu Foto: Ilustrasi Jagatnatha | ANTV[/caption] Gambyong Tarian apakah yang sedang diperagakannya? Ini adalah tarian Gambyong yang berasal dari Surakarta. Mengapa Gambyong yang dipilih? Serat Centhini, kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-1820) dan Pakubuwana V (1820-1823), telah menyebut adanya gambyong sebagai tarian tlèdhèk atau ronggeng. Selanjutnya, salah seorang penata tari pada masa pemerintaha Pakubuwana IX (1861-1893) bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap tarian rakyat ini agar pantas dipertunjukkan di kalangan para bangsawan atau priyayi. Tarian rakyat yang telah diperhalus ini menjadi populer dan menurut Nyi Bei Mardusari, seniwati yang juga selir Sri Mangkunegara VII (1916-1944), gambyong biasa ditampilkan pada masa itu di hadapan para tamu di lingkungan Istana Mangkunegaran. Perubahan penting terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang pelatih tari dari Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat versi gambyong yang "dibakukan", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom. Koreografi ini dipertunjukkan pertama kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan Mangkunegara VIII, pada tahun 1951. Tarian ini disukai oleh masyarakat sehingga memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk konsumsi masyarakat luas. Gambyong adalah tarian yang menggambarkan seorang perempuan yang sedang bersolek. Mempercantik diri untuk tampil di muka umum (meronggeng). Muasal Gambyong Pada tahun 1.800-an di Surakarta kondang penari ronggeng bernama Sri Gambyong Mas. Saking popularnya karena piawai menari maupun “nembang” atau menyanyi. Dengan tariannya, ia mampu menyihir ketakjuban. Konon, Sri Gambyong Mas juga mampu menyembuhkan penyakit seseorang saat menari. Dari sinilah nama kondang tari Gambyong muncul. Jauh sebelum Keraton Surakarta mengembangkan Gambyong, tarian ini pada awalnya, tari gambyong digunakan pada upacara ritual pertanian yang bertujuan untuk kesuburan padi dan perolehan panen yang melimpah. Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan. Inilah mengapa Gambyong dipilih menghiasi lembaran uang Rp5.000,- yang bermakna harapan kemakmuran bagi masyarakat kecil. Dr. KH. Idham Chalid Satu sisi lainnya pada uang Rp5.000,- tergambar sosok Dr. KH. Idham Chalid. Siapakah? Dr. KH. Idham Chalid lahir di Satui, sebelah tenggara Kalimantan Selatan pada 27 Agustus 1921 dan meninggal di Jakarta, 11 Juli 2010. [caption id="attachment_266533" align="alignnone" width="640"]Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu Dr. KH. Idham Chalid. (Foto: NU Online)[/caption] Ia pernah sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada masa Perdana Meteri Ali Sastroamidjojo, 24 Maret 1956 – 9 April 1957 menjabat bersama Mohamad Roem. Juga pada masa Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja, 9 April 1957 – 9 Juli 1959 menjabat bersama Johannes Leimena dan Hardi. Saat Presiden Soekarno juga merangkap sebagai Perdana Menteri, Dr. KH. Idham Chalid juga menjabat Wakil Perdana Menteri pada 22 Februari 1966 – 28 Maret 1966 menjabat bersama Soebandrio, Johannes Leimena, Chaerul Saleh dan Roeslan Abdulgani. Berlanjut 28 Maret 1966 – 25 Juli 1966 menjabat bersama Johannes Leimena, Adam Malik, Hamengkubuwono IX. [caption id="attachment_266535" align="alignnone" width="631"]Misteri Penari dan Tarian pada Lembar Rp5 Ribu Dr. KH. Idham Chalid bersalaman dengan Presiden Soekarno. (Foto: NU Online)[/caption] Saat Presiden Soeharto menjabat, Dr. KH. Idham Chalid adalah Menko Kesra (6 Juni 1968 – 28 Maret 1973). Menteri Sosial Indonesia (ad-interim) masa jabatan 12 Desember 1970 – 11 September 1971. Kemudian Ketua Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia ke-7 masa jabatan 1978 – 1983. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR (28 Oktober 1971 – 1 Oktober 1977) dan Ketua DPR (28 Oktober 1971 – 1 Oktober 1977). Dr. KH. Idham Chalid juga pernah menjabat Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1956-1984. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan beliau di lembaran uang kertas rupiah baru, pecahan Rp5.000,- Cintailah uang rupiah kita. (*)