Kepala Staf Kepresidenan: Perppu KPK Ibarat Buah Simalakama

Kepala Staf Kepresidenan Perppu KPK Ibarat Buah Simalakama (Foto Dok KSP)
Kepala Staf Kepresidenan Perppu KPK Ibarat Buah Simalakama (Foto Dok KSP) (Foto : )
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui, Presiden Joko Widodo tidak akan mungkin memuaskan semua pihak dalam mengambil keputusan terkait polemik Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.
Jika Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi, maka hal itu akan mengecewakan partai politik, terutama pendukungnya di parlemen.Sementara, jika Presiden tidak menerbitkan Perppu, maka mahasiswa dan aktivis antikorupsi penolak revisi UU KPK yang akan dikecewakan."Keputusan ini seperti simalakama, enggak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu, cirinya memang begitu. Jadi memang tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).Oleh karena itu, menurut Moeldoko, saat ini Presiden Jokowi masih memikirkan keputusan terbaik yang akan ia ambil. Ia sekaligus memastikan Presiden mendengar masukan yang disampaikan semua pihak.Pada Senin (30/9/2019) lalu, Presiden sudah bertemu pimpinan partai politik pendukungnya.Moeldoko juga sudah menerima sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi pada Kamis kemarin."Presiden itu banyak yang harus didengarkan, ada partai politik, ada masyarakat yang lain, ada mahasiswa, ada berbagai elemen masyarakat. Maka, sekali lagi bahwa Presiden mendengarkan, mendengarkan dengan jernih, mendengarkan dengan cermat, agar nanti langkah-langkah ke yang terbaik," kata Moeldoko.Seperti diberitakan, UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah. Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan yang harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan.Selain itu, kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu.Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).Namun Ketua Umum Surya Paloh menyebut Presiden Jokowi dan partai politik koalisi pendukungnya sepakat untuk tidak menerbitkan Perppu KPK.Kesepakatan itu, lanjut Surya, diambil ketika Jokowi dan pimpinan parpol pendukung bertemu di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019) malam.Sementara itu, Mahasiswa yang bertemu Moeldoko pada Kamis (3/10/2019) kemarin memberi waktu sampai 14 Oktober bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu. Jika tidak, maka mahasiswa mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa yang lebih besar.