Gunung Kawi Antara Mistik, Mitos dan Calo Pesugihan

Antara Mistik, Mitos dan Calo Pesugihan Gunung Kawi
Antara Mistik, Mitos dan Calo Pesugihan Gunung Kawi (Foto : )

Asap dupa hio mengepul pekat. Aroma wangi tercium menyengat. Gumam mantra entah berantah terdengar sayup. Lembut jemari angin menggerayangi sesiapa yang datang mendekat. Para penjerat jiwa-jiwa menyeringai lapar. Ada jamuan lezat yang siap disantap.

Nyawa namanya. – Gunung Kawi benar-benar terlihat pulas. Tiada aktifitas vulkanik maupun tektonik. Bagai Kumbakarna, bertahun-tahun Gunung Kawi tidur, tidak menorehkan catatan letusan. Banyak yang percaya, sekalinya Gunung Kawi meletus maka akan memicu sangkakala kiamat meraung-raung. Ambyar jagat ini!

Mbah Sastro serius menatap Sang Raja Kera, Sun Go Kong. “Begitulah yang dipercaya masyarakat pejalan mistik. Gunung Kawi dipercaya sebagai perpustakaan jagat babad misteri dan legenda maupun mitos,” lanjut sang tuan Rumah Bacot ini. “Gitu ya, Mbah?” tanggap Go Kong sambil menggaruk-garuk badannya. “Iya Kong.

Apalagi Gunung Kawi juga menjadi pilihan para sesepuh dunia mistik untuk peristirahatan terakhir mereka. Pun, masyarakat kini mengeramatkan makam-makam itu.” Go Kong makin penasaran, “Kenapa begitu?” Mbah Sastro hanya tersenyum lalu menyeruput es teh sereh setengah manis. Obrolan makin seru nih, dia bergumam.

Untung tadi batal ke Kuningan nonton Pesbukers. Memang pagi itu sengaja Mbah Sastro tidak pergi ke sawah. Mumpung langit cerah, mentari benderang hangat, udara belum tercemar ocehan manusia, dimanfaatkannya untuk senam kesegaran rohani sejenak.

Cukup di halaman depan Rumah Bacot, gerak badan hidup mampu menggetarkan langit dan bumi. Vibrasi getaran ini dirasakan Sun Go Kong yang sedang melamun di Gunung Huaguo, Yuntai, sekitar tujuh kilometer dari kota Lianyungang di Provinsi Jiangsu. Gunung Huaguo adalah kerajaan Go Kong memimpin jutaan kawanan kera.

Gunung Huaguo ini juga tempat bermukim berbagai siluman dan makhluk gaib lainnya. “Kamu ngapain ke sini, Kong?” “Cari pencerahan, Mbah?” “Tentang apa?” “Gunung Huaguo tempat saya tinggal. Saya pikir-pikir sepertinya mirip Gunung Kawi, Mbah.”

“Maksudmu?” “Sama-sama jadi tempat tinggal makhluk yang nampak maupun tidak nampak, Mbah.” “Iya Kong, sama-sama jadi perpustakaan jagat babad misteri dan legenda maupun mitos.” Jadi, ceritanya gini, Kong ... Mbah Sastro tiba-tiba terdiam. Angin berhembus kencang. Petir bersahutan.

Go Kong celingukan sambil bergumam,”Ada apa ini?!” “Gundala si Putra Petir tadi lewat di atas rumah. Lagi syuting dia. Sebentar lagi filmnya mau tayang di bioskop-bioskop di Indonesia, Kong.”

Mbah Sastro menjelaskan. Asal-usul Keramat Gunung Kawi “Balik lagi ke Gunung Kawi, Mbah,” desak Go Kong. “Ya. Gunung Kawi ini punya asal usul keramatnya. Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap di Magelang pada 1830 maka berakhir pula perang Jawa. Para pengikutnya mengungsi jauh ke pedalaman Jawa bagian timur dan selatan. Termasuk pula Eyang Jugo atau Kyai Zakaria yang adalah anak Pangeran Diponegoro.”

“Sebentar, Mbah …,” Go Kong menatap jauh ke ujung sawah seberang rumah. Bai Su Zhen (Pai Su Chen) si ular putih lewat meliuk menggetarkan tanah. Go Kong bersiap melompat mengejarnya namun ditahan Mbah Sastro. Go Kong menurut.

“Dikisahkan, Eyang Jugo melakukan perjalanan ke negerimu, Kong. Di sana dia bertemu seorang perempuan hamil yang kehilangan suaminya. Lalu Eyang Jugo membantu mencukupi kebutuhan hidupnya. Ketika Eyang Jugo hendak kembali ke Pulau Jawa, dia berpesan dua hal kepada janda itu. Pertama, jika anaknya lahir hendaknya diberi nama Tamyang.

Artinya, rumpun bambu langka atau istimewa sebagai penolak segala mara bahaya. Kedua, jika sudah besar kelak disuruh datang ke Gunung Kawi di Pulau Jawa.” Mbah Sastro menghela nafas, teringat Zhang Zi Yi, mantan kekasihnya nan jelita. “Pada era tahun 1940-an, datanglah Tamyang ke Gunung Kawi. Tidak bertemu Eyang Jugo karena beliau telah wafat.

Tamyang hanya menemukan makamnya. Tamyang ingin membalas jasa dengan cara merawat makam Eyang Jugo dan membangun tempat berdoa bernuansa Cina.” “Sejak itulah, ramai peziarah terutama keturunan Cina, mengunjungi Gunung Kawi, ke makam Eyang Jugo. Banyak yang mencari pesugihan, sedikit yang belajar bagaimana menjadi bijak seperti Eyang Jugo.” “Waktu terus berlalu.

Gunung Kawi makin jadi keramat. Ritual urusan rezeki, usaha dan perdagangan dipanjatkan di sini. Ramai orang datang di Malam Jumat Legi. Hari yang dipercaya sebagai saat pintu rezeki terbuka lebar. Juga pada puncak ritual segala ritual yaitu Malam 12 Suro, tanggal wafatnya Eyang Jugo.

Itulah kenapa warga keturunan Cina paling banyak datang mencari kaya.” Tipu-tipu Calo Pesugihan “Emang di sono menjanjikan untuk benar-benar sugih ya, Mbah?” “Iya, yang sugih ya para calo pesugihan itu.” “Calo pesugihan?” tanya Go Kong antusias. “Iya.

Banyak loh para pemburu kaya itu malah jadi kere! Mereka kehabisan bekal hingga keteteran cari duit pulang kampung.” “Kok bisa, Mbah?” “Salah sendiri percaya sama calo.

Pokoknya, kalau sudah ditawarin biaya ritual tidak masuk akal plus ubo rampe macam-macam ngalamat kena tipu!” “Kok begitu, Mbah?” “Contohnya begini, Kong … pemburu pesugihan ini terjerat rayuan calo yang mengaku mampu menyampaikan langsung keinginan si pemburu pesugihan kepada arwah Eyang Jugo. Lalu diminta memenuhi syarat menyediakan tumbal.

Nah, para calo ini memberi pilihan: mau tumbalnya manusia atau hewan.” “Manusia?” “Iya, tapi kan tentunya yang dipilih hewan dong …” “Waduh!” “Tenang saja Kong, kera tidak masuk hitungan tumbal kok.” “Hewan yang biasanya diminta adalah ayam, bebek atau kambing.

Tapi yang jenisnya aneh supaya nyarinya susah. Misalnya, kambing jantan yang berkacamata putih dan punggungnya ada salib hitam. Susah kan nyarinya?” “Kambing biasa tapi dicat bulunya boleh, Mbah?” “Nah! Dibalik itu, calo ini sebenarnya sudah menyediakan kambing yang dicat bulu sekitar mata dan punggungnya.

Kambing cat-catan ini akan ditumbalkan hidup-hidup, dilepas ke hutan.” “Dimakan siluman, Mbah?” “Enggak! Namanya juga kambing ternakan. Balik lagi dong ke kandangnya.” “Iya, Mbah, atau diambil lagi oleh pemiliknya ya.” Gunung Kawi Erupsi, Jagat Kiamat? “Lalu soal Gunung Kawi meletus pertanda kiamat sudah dekat gimana tuh, Mbah?” “Saat ini, Gunung Kawi memang benar-benar terlihat mati.

Tidak ada aktifitas vulkanik. Pun, belum pernah ada gurat catatan sejarah letusan Gunung Kawi. Sehingga dipercaya akan mendatangkan kiamat jika meletus. Letusannya akan sangat hebat.” “Kenapa begitu?” “Gunung Kawi dipercaya sebagai jembatan penghubung atau portal jagat manusia dan jagat gaib. Jika ada aktivitas vulkanik maupun tektonik yang mengganggu harmoninya maka jagat gaib akan terdampak.

Jikalau sampai putus “jembatan atau portal” itu maka ambyar keterhubungan dua dimensi ini.” “Di kondisi inilah bumi gonjang-ganjing, langit kelap-kelap, jagat moyag-mayig. Tatanan sistem jagat berantakan alias kiamat bagi para pelaku spiritual Kawian.

Jadi, kiamat yang dimaksud hanyalah kias filosofis. Meski jika memang meletus akan terjadi kerugian material maupun (mungkin) nyawa penduduknya,” jelas Sang Marbot Langit.

Mitosnya hampir sama dengan Gunung Huaguo, pikir Go Kong. Ada tempat doa Cina. Paling banyak diziarahi keturunan Cina. Ah, jangan-jangan gunung Kawi kembaran Huaguo. Entahlah! "Nanti aku ceritain tentang mistik dan mitos daun pohon Dewandaru, ritual Malam Jumat Legi dan Malam 12 Suro, dan banyak lagi," Mbah Sastro menutup celotehnya. Sumber:

 

Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Pengageng Kantor Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta Hadiningrat Nomor 55/TD/1964 yang ditanda tangani K.T.Danoehadiningrat

Misteri Gunung Kawi, Mitos Tempat Pesugihan di Jawa Timur [https://bacaterus.com/misteri-gunung-kawi/]

Waris Djati Blogspot [https://warisdjati.blogspot.com/2014/03/mistik-di-pohon-peninggalan-eyang-jugo]