Mari Memainkan Politik Injury Time…

Jokowi dengan Prabowo
Jokowi dengan Prabowo (Foto : )
Umur pertandingan Jerman versus Korea Selatan sudah 93 menit. Korea Selatan unggul 1-0. Masa
injury time
. Jerman yang butuh gol kemenangan untuk menghidupkan asa lolos dari fase grup di Piala Dunia 2018, terang ketar-ketir. Kepada sejawatnya, penyerang Thomas Mueller mengirim kode dengan jari-jari tangan mengingatkan masih ada sisa waktu dari total tambahan enam menit injury time. Pilihannya cuma satu : bombardir pertahanan Korea Selatan dan bobol gawang mereka. Balikkan skor di injury time. Di masa injury time, nyata-nyata tontonan sepakbola tambah seru-seram-menegangkan. Tensi tinggi. Pun dengan bentrok Die Nationalmannschaft lawan Taeguk Warriors itu. Lantas saja mentalitas khas tim Jerman yang ogah menyerah sebelum wasit menyemprit tanda laga bubar, makin berkobar. Para pemain Jerman sporadis buru-buru mengirim bola ke depan. Habis-habisan menyerang. Ngebet bikin gol. Dan pemain Korea Selatan mati-matian bertahan menjaga kemenangan. Kiper kawakan Jerman, Manuel Neuer, yang geregetan gegara gol yang didamba tak kunjung tiba, sampai-sampai ikutan maju merangsek pertahanan lawan. Detik terus berdetak. Pendukung Jerman makin dag dig dug. Pun suporter Korea Selatan tak kurang-kurangnya jantungan digempur rasa yang sama. Segalanya bisa terjadi di injury time. Sama seperti di pertandingan Jerman sebelumnya, ketika Toni Kroos menjebol gawang Swedia di menit ke-95 dari tendangan bola mati. Gol di injury time yang menyegel kemenangan. Dia, injury time, memang menyimpan misterinya sendiri. Jerman ketiban apes. Bola di kaki Manuel Neuer kena rebut pemain Korea Selatan. Melihat lapangan Jerman yang sepi, bola lekas dikirim lambung ke depan. Dan striker Son Heung-Min menggenjot larinya. Sejurus kemudian Son -zonder ripuh- menyontek bola ke gawang Jerman yang melompong. Sebiji lagi gol dilesakkan untuk menendang pulang sang juara bertahan. Alih-alih menceploskan gol ke gawang lawan, malah gawang Jerman lagi-lagi kebobolan. Di Piala Dunia di Rusia Juni-Juli 2018 lalu, pasukan Joachim Loew pagi-pagi angkat koper sembari memanggul malu. Son Heung-Min menumpas kiprah dan nama besar Jerman dengan tambahan gol dimenit ke-96. Lagi, gol di injury time. Hari-hari ini, kata injury time ingar lagi dalam berita. Dari ranah sepakbola, ia dengan entengnya menclok di jagat politik negeri ini. Urusannya maha penting : rebutan tahta paket RI satu-dua. Pemilu Presiden 2019. Komisi Pemilihan Umum sudah membuka pendaftaran pasangan calon Presiden/Wakil Presiden sedari Sabtu, 4 Agustus 2018 lalu. Di lantai dua gedung KPU di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sudah dibentang karpet abu-abu dari pintu masuk sampai ruang sidang utama. Hanya saja, setidaknya sampai berita ini diturunkan, belum tampak tanda-tanda adanya pasangan calon Presiden/Wakil Presiden yang datang. KPU bakal menunggu sampai tenggatnya di Jum’at, 10 Agustus 2018 jam 23.59 mendatang. Dua kubu yang sejauh ini bakal maju ikut kontestasi adalah Jokowi dan Prabowo Subianto. Namun, siapa yang jadi calon wakilnya masing-masing, masih gelap. Di dua kubu itu pula, sederet nama sudah rajin disebut. Di kubu Jokowi, ada Muhaimin Iskandar sang ketua umum PKB. Cak Imin –begitu sapaanya- malahan sudah nyolong start. Baliho, spanduk, dan posko “Join” akronim dari Joko Widodo-Muhaimin, sudah bertumbuh dimana-mana. Tapi, selain Muhaimin, para partai koalisi Jokowi juga menyorongkan ketua umumnya untuk bisa dipilih Jokowi. Sebut saja Romahurmuziy dari PPP dan Airlangga Hartarto dari partai Golkar. Belakangan, nongol nama calon dari non partai. Ada pakar hukum tata negara Machfud MD, sampai Kiai Ma’ruf Amin ketua umum Majelis Ulama Indonesia. Kabarnya, nama terakhir adalah kompromi para ketua parpol. Di kubu Prabowo Subianto, soal calon wakil presiden tak kalah gaduhnya. Ego parpol koalisi juga kencang. Partai Keadilan Sejahtera merasa berhak lantaran sudah membuktikan diri sebagai kawan setia partai Gerindra. Mengarungi Pilpres 2014, Pilkada Jakarta, dan banyak pilkada di sekujur negeri tempo hari. Riwayat runtang-runtung berdua partai Gerindra ini jadi basis posisi tawarnya. Seorang petinggi PKS, Mardani Ali Sera, mengambil amsal, “Mosok pacarannya sama PKS tapi nikahnya sama partai lain?” Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al-Jufri didorongkan. Partai Amanat Nasional juga masih berharap ketua umumnya, Zulkifli Hasan, yang jadi calon wakil presiden pendamping Prabowo. Belakangan, partai Demokrat merapat dengan harapan Agus Harimurti Yudhoyono juga dilirik Prabowo . Gerangan kapan diputuskan dan kapan mendaftar ke KPU? Dikutip dari Koran Tempo, 3 Agustus 2018, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hendrawan Supratikno, memperkirakan partai pendukung calon presiden Joko Widodo akan mendaftarkan diri pada akhir masa pendaftaran. "Saya memperkirakan pendaftaran berlangsung pada hari terakhir pukul 10 malam," kata dia. Begitu pula dengan pendukung calon presiden Prabowo Subianto. Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria, mengatakan pendaftaran calon presiden akan dilakukan menjelang penutupan. "Selama ini memang kami selalu di injury time," kata dia. Dua poros nampaknya saling menunggu. Saling intai. Saling kunci. Dua kubu adu piawai memainkan politik injury time. Pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, seperti dilaporkan Koran Sindo, 17 Juli 2018, juga menebalkan hal ini. "Sekali lagi, ibarat main sepak bola piala dunia, timing sangat menentukan. Bermain di injury time atau last minute dengan menunggu bola umpan lambung di menit-menit terakhir bisa mengubah peta konstelasi politik, begitu juga dalam pilpres," tandasnya. Sesiapa yang tertarik dengan urusan politik tingkat tinggi negeri, cuma bisa menanti. Rasa penasaran mesti dilipat dulu. Tunggu pengumumannya di injury time. Di lapangan sepakbola, injury time diartikan sebagai tambahan waktu dari wasit gegara permainan dihentikan sementara semisal ada pemain yang cidera, di jagat politik injury time diterjemahkan sebagai keputusan yang diambil ketika tenggatnya nyaris tiba. Nah, jika waktunya sudah di 17 April 2019, giliran sesiapa yang punya hak pilih yang giliran jadi penentu cerita. Di hari coblosan, rakyatlah yang berdaulat. Merdeka menentukan pilihan. Mau dari sekarang memastikan capres/wapres pilihan? Sah saja. Mau memikiran siapa yang dipilih saat berada di bilik suara di depan surat suara yang terbuka? Monggo juga… Tapi kalau begitu keputusannya, ahhh… bukannya itu juga injury time?