Demi Untung Besar, Bahan Baku Ilegal Digunakan Pada Obat Syrup Anak

Kepala Bpom, Penny K. Lukito (Foto : )

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan daftar baru 65 obat sirop yang tidak menggunakan pelarut berbahaya.

Daftar baru tersebut diinformasikan kepada awak media pada Kamis (27-10-2022) di gedung Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kantor BPOM RI, di jalan Percetakan Jakarta Pusat.

Sebelumnya pada Minggu (23/10/2022, BPOM juga telah mengeluarkan 133 daftar obat sirop yang tidak mengandung keempat pelarut yang aman.

Daftar tersebut dirilis berdasarkan data registrasi BPOM. Empat pelarut yang aman digunakan antara lain yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol.

Menurut Kepala BPOM Penny K. Lukito pihaknya masih melakukan penelitian terhadap sejumlah produk obat yang tidak mengandung keempat pelarut tersebut.

Lebih lanjut ia juga akan menyampaikan informasi tambahan kepada masyarakat apabila penelitian sudah dikatakan selesai.

“Tentunya kami terus bergerak dengan penelitian karena besarannya dari jumlah obatnya, total dari obat seluruhnya yang ini sangat besar.

Jadi tentunya ini bergerak terus dan sekarang ada tambahan 198, termasuk yang 133" kata Penny.

Sementara itu hingga sampai saat BPOM mendeteksi adanya lima produk yang tidak memenuhi persyaratan, tiga diantaranya mempunyai kandungan konsentrasi diatas ambang batas dan diduga ada kaitannya dengan kematian yang terjadi pada akhir-akhir ini.

Dari penelusuran tersebut, tim gabungan yang dibentuk oleh BPOM dan juga Kepolisian Republik Indonesia tengah menindak lanjuti proses hukum lebih lanjut terhadap dua Industri.

Terkait masalah ini tim gabungan yang telah dibentuk mendeteksi adanya pihak nakal yang mencoba mengelabui demi mendapatkan keuntungan lebih besar.

Perlu diketahui bahwa bahan kimia yang digunakan dalam meracik sebuah obat harus memenuhi standar Pharmaceutical Grade (Tingkat Farmasi) yang dimana bahan kimia yang merupakan bahan baku obat sirup tingkat kemurniannya harus memenuhi standar USP (United States Pharmacopeia) yang artinya kualitas kemurnian ini di kontrol secara ketat.

Artinya semakin dimurnikan bahan kimia tersebut akan menambah beban biaya, maka dari itu dengan adanya perbedaan harga tersebut membuat suplier memasok bahan baku yang yang tidak sesuai.

"Pemasukan (bahan baku) sekarang tidak dalam kendali Badan POM sebagaimana bahan kimia lainnya padahal bahan baku tambahan proses produksi itu harus menggunakan range Pharmaceutical Grade. Beda dengan cabang kimia lain yang tidak boleh dikonsumsi oleh manusia ya misalnya Industri CAT , tapi sekarang bisa masuk ke industri Farmasi," ujar Penny dalam jumpa pers.