Bepetualang Mencari Ulat Sagu di Tana Papua (Bagian 3)

Bepetualang Mencari Ulat Sagu di Tana Papua (Bagian 3)
Bepetualang Mencari Ulat Sagu di Tana Papua (Bagian 3) (Foto : )
Mencoba makan ulat sagu. Orang Papua bisa menyebut ulat sagu dengan sebutan 'M'.
newsplus.antvklik.com -
Beruntungnya kami, kami tak harus menunggu 3 bulan untuk mendapatkan ulat sagu. Di dekat tempat kami menebang pohon, sudah ada pohon sagu yang membusuk. Eng ... ing ... eng ... ternyata sudah ada ulat sagu juga. Saya bersorak kesenangan karena tanpa menunggu lama sudah tersedia ulat sagu yang saya  buru dari Jakarta.Di dekat pohon kami melihat dua anak kecil Papua yang manis. Mereka sedang tertawa-tawa sambil makan ulat sagu. Kelihatan begitu nikmat.Tak menunggu lama saya pun menghampiri dua anak tadi. Mereka bernama Edo dan Rolen. Mereka menyebut ulat sagu dengan nama “m”.“Ayo coba kak. M enak sekali,” kata Rolen.Teroce sahabat saya pun menyemangati saya agar mau coba ulat sagu khas negeri Cenderawasih ini. Kata Teroce saya harus membiarkan ulat sagu pecah di mulut saya.“Ayo ka, coba ulat sagunya enak ka. Bikin pecah di mulut, jangan di telan kaya pil,” seru Teroce.Awalnya saya agak ragu mencobanya. Namun karena penasaran saya coba juga.“Kenyal dan gurih.” itu testimoni dari saya.Selain dimakan hidup-hidup menurut Milki ulat sagu juga bisa diolah menjadi masakan sepert tumisan ulat sagu dan ulat sagu bumbu kuning. Dan makin maknyus kalau disantap bersama Papeda.Nah, papeda ini juga berasal dari pohon sagu karena menurut sahabat saya Teroce, tidak semua pohon sagu ini dibiarkan membusuk. Sebagian lagi di proses menjadi tepung sagu. Dari satu batang pohon sagu bisa menghasilkan 150-300 kg sari pati sagu. Sari pati sagu ini dikeringkan menjadi tepung sagu. tepung sagu inilah yang kalau disiram air panas berubah menjadi papeda.Benar-benar pengalaman yang menakjubkan. Bermain di Tana Papua bersama sahabat terbaik saya, Teroce.