Perang Nasi, Syukur untuk Panen Berlimpah

Perang Nasi, Syukur untuk Panen Berlimpah
Perang Nasi, Syukur untuk Panen Berlimpah (Foto : )
Ratusan petani  di Ngawi, Jawa Timur menggelar Perang Nasi sebagai ungkapan syukur atas panen berlimpah.
newsplus.antvklik.com-
Ratusan petani di desa Planglor, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur menggelar tradisi unik yaitu Perang Nasi. Mereka saling lempar ribuan bungkus nasi beserta lauk pauknya. Tradisi ini mereka gelar sebagai wujud syukur atas panen padi yang melimpah. Serta doa tolak balak agar terhindar dari bencana kekeringan dan segera turun hujan.“Ini cara kita menghargai rezeki. Bentuk rasa sukur kita untuk panen tahun ini. Juga doa tolak bala agar kemarau jangan lama,” kata Hariyana, Kepala Desa Planglor.Tak hanya pemuda dan anak-anak namun para orang tua pun ikut dalam keceriaan ini. Mereka saling lempar bagai perang namun menggunakan nasi.“Seru sekali. Ini kayak perang. Bukan pakai senjata tajam, tapi pakai nasi bungkus,” kata Suwati, seorang warga.Ada aturan tidak baku dalam perang nasi ini yakni, “dilarang marah”. Warga tidak boleh emosi meskipun sekujur tubuh dipenuhi nasi dan lauk pauk.Usai perang, terlihat nasi dan lauk pauk tercecer di tanah. Berserakan dan diinjak-injak warga. Sekilas tampak mubazir. Namun, jangan kecewa dulu. Ada sekelompok ibu yang siap menampung sisa makanan agar tak terbuang percuma.Menurut Suwarni, pengais nasi sisa,  ia tak segan untuk memungut kembali nasi yang sudah dilempar. Nasi dan lauk pauk yang masih bersih dimakan. Sedangkan yang kotor untuk pakan ternak.“Saya ambil lagi. Kalau bersih saya dan keluarga makan. Sedang yang kotor buat makan ternak. Sebelum dikasih ternak ya dibersihkan dulu lalu dijemur,” aku Suwarni.Tradisi ini sudah turun temurun sejak nenek moyang, yang digelar setiap akhir bulan syawal saat memasuki bulan haji.Namun ada yang berbeda antara saat pertama acara ini dibuat dengan saat sekarang. Dulu nasi tidak dilempar untuk ritual Perang Nasi namun nasi dan lauk pauk dimakan bersama, kalau ada sisa bisa dibawa pulang.“Saya gak paham juga kenapa jadi perang nasi. Cuma kata ibu saya, dulu cuma sekedar makan bersama. Bukan lempar-lemparan seperti sekarang,” kata Suwarni.Perang nasi ini juga dimeriahkan juga dengan pertujukan Reog. Miftakhul Erfan| Ngawi, Jawa Timur