Aula lahir dari orang tua yang sehari-harinya berdagang sayur di Gampong Lampasi, Darul Imarah, Aceh Besar.
“Semenjak menikah dengan almarhum ayah, (ibu) itu sudah jualan sayur,” papar Aula kepada VOA Indonesia belum lama ini.
Kalau dulu biasa berjualan dari pintu ke pintu, sejak tahun 2000, Aula dan keluarga membangun kios kecil yang beratapkan rumbia di depan rumah mereka, sehingga kini sang Ibu, Siti Narimah atau biasa disapa Mak Cut, tidak perlu lagi berkeliling kampung.“Mungkin, sekitaran 60an,” ujar Aula saat ditanya mengenai usia Mak-nya.Tak ada yang tahu persis usia ibunya.“Karena ibu-ibu yang lain di sekitaran rumah sekitaran 70an umurnya dan ibuku paling muda diantara mereka semua,” jelasnya.[caption id="attachment_256508" align="alignnone" width="779"]
Ibu Aula sehari-hari berjualan sayur (Foto: dok Aula)[/caption]Kejadian tragis menimpa keluarga Aula pada tahun 2004 ketika sang ayah, Ridhwan Kr Is, ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa lagi di dekat sebuah sawah.Almarhum telah menjadi korban saat terjadi konflik di Aceh. Pada waktu itu Aula masih kelas lima di bangku sekolah dasar. Dua kakaknya juga meninggal pada tahun yang sama. Seorang meninggal karena sakit dan satu lagi menjadi korban tsunami.Perjuangan baru pun dimulai oleh Mak Cut yang seketika menjadi orang tua tunggal yang harus memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan anak-anak. Membantu orang tua berdagang sayur memang sudah menjadi keseharian Aula dan kakak-kakaknya sejak masih duduk di bangku sekolah.“Saya SMP itu ingat. Jadi saya sekolahnya jam dua siang. Jadi pagi itu ngantar dulu ibu ke pasar untuk belanja sayur, terus jemput lagi ibu. Ibu ke pasar gitu, kemudian setelah semuanya beres, jam dua siang saya baru berangkat ke sekolah,” ujar si bungsu dari tujuh bersaudara ini.