Anak-anak Dapat Jadi Korban Terbesar Pandemi Corona, Ini Penyebabnya

Children in Mecca receive food from the Coachella Valley Unified School District. Many farmworkers have seen their income
Children in Mecca receive food from the Coachella Valley Unified School District. Many farmworkers have seen their income (Foto : )
Fakta medis menunjukkan pandemi corona berdampak buruk pada usia dewasa dan lanjut. Namun ternyata, anak-anak dapat jadi korban terbesar pandemi corona. Penyebabnya?
Menurut sejumlah lembaga, anak-anak dapat menjadi korban terbesar dalam pandemi Covid-19. Padahal secara fakta medis, virus itu berdampak besar bagi orang dewasa dan lanjut usia (lansia).Lembaga Human Rights Watch menyebut, pandemi corona telah memberi dampak lain bagi yang berusia muda. Ratusan ribu anak menjadi yatim piatu karena orangtuanya meninggal akibat corona.Bahkan diperkirakan ada 1,5 miliar anak di seluruh dunia yang tidak bersekolah gara-gara pandemi ini.“Semakin banyak anak akan telantar tanpa orang tua. Kami mengamati dari krisis Ebola, misalnya, epidemi HIV di Sub-Sahara Afrika, ketika anak-anak menjadi yatim piatu, mereka menjadi jauh lebih rentan terhadap perdagangan seks, buruh anak dan bentuk eksploitasi lainnya, ” kata Jo Becker dari Human Rights Watch.

Sementara laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) baru-baru ini juga memperingatkan, sekira 200 juta orang kehilangan pekerjaan akibat pandemi corona.

“Ketika orang tua kehilangan pekerjaan, terutama di negara-negara berkembang, sering ditemui bertambahnya jumlah anak yang terpaksa menjadi buruh untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehari-hari,” kata Becker."Selain itu, juga ada kecenderungan terjadinya perkawinan dini dan perkawinan anak dimana para gadis merasa di bawah tekanan untuk menikah dan berpisah dari keluarga, sekaligus mengurangi tekanan yang dihadapi orang tua mereka," katanya kagiBanyak badan amal melaporkan, anak-anak yang berjuang hidup di jalanan untuk mendapat makanan dan tempat tinggal di tengah wabah virus tersebut.Di beberapa negara kaya, anak-anak miskin tidak memperoleh makan siang di sekolah, yang umumnya menjadi makanan utama tiap hari.“Agak sulit sekarang, karena kita benar-benar tidak dapat bekerja untuk bisa makan. Jadi kita harus puas dengan apa yang kita peroleh,” kata Raylyn Riviera (17), seorang siswa di New York, Amerika Serikat.Riviera berada di antara puluhan orang yang antre makanan gratis di luar sekolah menengah New York minggu ini. VOA Indonesia