Catatan Ilham Bintang: Anies Baswedan dan Riwayat Masjid At Tabayyun

Catatan Ilham Bintang: Anies Baswedan dan Riwayat Masjid At Tabayyun
Catatan Ilham Bintang: Anies Baswedan dan Riwayat Masjid At Tabayyun (Foto : Istimewa)

Antv – Hari ini Anies Baswedan genap menginjak usia 54 tahun (lahir di Kuningan, Jawa Barat 7 Mei 1969). Saat saya migran ke Ibukota,  rupanya cucu wartawan dan  pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswedan ini, baru lahir. Ketika saya menikah, Anies baru berusia 10 tahun.
 
Anies memang terbilang berusia muda untuk ukuran orang yang sarat dengan pencapaian. Tanggal 16 Oktober 2022 lalu dia baru saja melepas jabatan Gubernur DKI. Sekarang menjadi kandidat Presiden RI 2024-2029.

Dari  ketiga bakal calon Presiden RI yang akan running dalam Pilpres 2024, Anies paling muda. Dua kandidat lainnya sementara ini adalah: Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
 
WAG Fammi
 
Saya baru ngeh Anies berulangtahun hari ini dari artikel Tony Rosyid "7 Mei, Lahir Seorang Calon Presiden RI ke-8" yang diposting tadi pagi di WAG Fammi - Forum Akselerasi Masyarakat Madani.  

WAG itu diinisiasi oleh wartawan dan sastrawan muda Akmal Nasery. Mungkin WAG komunitas teraktif  di dunia ini menurut saya. Seperti "Baitullah " kapan pun selalu saja ada yang bertawaf. Di Fammi dua puluh empat jam ada saja yang berdiskusi.
 
"Itu karena membernya bersebaran di lima benua dengan waktu yang berbeda- beda," kata Akmal.
 
Makanya, ketika  Sabtu (6/5/2023) malam pakar hukum tata negara, Prof Indrayana mengirimi saya tulisannya berjudul "Etika Politik dan Netralitas Presiden Jokowi" untuk ditayangkan media CeknRicek Digital, saya juga posting di Fammi untuk jadi bahan diskusi.

Mantan Wakil Menteri Hukum & Ham yang belakangan bersuara kritis itu mengingatkan Presiden Jokowi untuk menjunjung tinggi etika berpolitik.
 
"Presiden Jokowi harus sadar, bahwa salah satu faktor kepresidenannya bisa lahir adalah berkat sikap netral presiden sebelumnya," tulisnya.
 
Dalam posisi sebagai bakal calon Presiden RI, Anies menghadapi juga kerumitan seperti yang diuraikan Prof Denny. Tuduhan  tidak masuk akal seperti "politik identitas" masih saja disuarakan beberapa buzzer.

Padahal, pimpinan parpol mana pun menjelang Pemilu  beredar posting fotonya di medsos tengah mengunjungi pesantren dan para ulama. Tak lupa mengenakan peci -- salah satu ikon identitas Islam.
 
Dasarnya buzzer ini memang senang ribut dan memecah belah persatuan bangsa.  Entah siapa yang modali hidup dari kekacauan bangsa. Sampai TNI mengeluarkan peringatan akan mengambil posisi berbeda kalau perpecahan bangsa sengaja diciptakan oleh satu golongan, entah siapapun.  

Pangdam III Siliwangi Mayjen Kunto Arief Wibisono memperlihatkan ngatkan sikap itu di dalam tulisannya yang viral beberapa hari ini. 

Tapi tulisan ini tidak akan mengurai panjang lebar soal peluang Anies dalam Pilpres 2024 meski bahan itu banyak.

Saya membatasi pada catatan hubungan Anies Baswedan dengan riwayat Masjid At Tabayyun di komplek perumahan Taman Villa Meruya, Jakarta Barat. Untuk memperingati ulang tahunnya.
 
30 Tahun Warga TVM Mendambakan Masjid
 
Lebih tiga puluh tahun warga Muslim di komplek perumahan TVM mendambakan masjid. Baru pada masa jabatan Anies Gubernur DKI bisa terealisasi.

Sebabnya, karena pengembang perumahan ingkar janji dan mayoritas warganya tidak menghayati arti toleransi bermasyarakat di Indonesia.
 
Saya, dan wartawan senior yang mantan redaktur Majalah Tempo, Marah Sakti Siregar, beserta belasan warga Muslim memotori kembali pembangunan  masjid itu pada pertengahan 2018.

Momennya saat Anies menghadiri syukuran ulang tahun saya di rumah. Saya ceritakan impian warga untuk punya rumah ibadah sendiri di komplek TVM.
 
Di TVM yang mulai dihuni warga awal tahun 90 an, Pemprov DKI memiliki banyak tanah fasos dan fasum. Kami  tertarik lahan taman seluas 1058 m2. Lokasinya di tengah- tengah pemukiman warga.
 
"Silahkan Abang ajukan dan proses perizinannya," Anies menanggapi.
 
Kami pun memproses sendiri dari bawah sekali. Tidak ingin mengganggu kesibukan Gubernur. Kami ingin  mengikuti alur membangun rumah ibadah di DKI. Apalagi Anies hampir setiap saat meresmikan rumah ibadah berbagai agama.

Kami pikir mudah. Namun, ya, ampun. Rumit ternyata urusannya. Yang juga  rumit  berurusan dengan kantor non instansi pemerintah. Di FKUB ( Forum Komunikasi Umat Beragama) malah hampir setahun berkas menyangkut. Antar anggota kebanyakan berdebat dan tarik ulur. Dari tingkat kecamatan, walikota hingga provinsi.  
 
Tenda Arafah

Kami mulai dengan modal izin prinsip dari Gubernur DKI. Sementara mengurus pelbagai macam izin pembangunannya, kami mendirikan tenda untuk tempat beribadah sementara di lahan bakal lokasi masjid.  Dua kali Ramadhan dan Idul Fitri  di laksanakan di tenda darurat itu. Yang terkenal dengan julukan  Tenda Arafah.

Sementa itu Panitia Masjid terus menghadapi penolakan dari warga yang entah dibina siapa sehingga toleransi sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Mereka pun  menggugat di PTUN, dan kami menangkan di tingkat pertama dan banding.
 
Panitia Pembangunan Masjid  menghadapi ujian luar biasa. Apalagi harus pula mengendalikan emosi ormas - ormas Islam yang sudah geram  atas kenyataan yang kami. Saya sempat curhat kepada Gubernur Anies saat datang meresmikan peletakan batu pertama 24 Agustus 2021. Anies hanya meminta kami bersabar.
 
"Proses perizinan yang Abang alami  mungkin karena mengikuti prosedur sesuai nama masjidnya At Tabayyun, yaitu cek dan ricek, " kata Anies mencoba menghibur.
 
Selesaikan masalah tanpa masalah

Pada waktu upacara peletakan batu pertama, warga yang protes menyewa guru-guru senam wanita untuk berdemo. Setelah peresmian Anies menemui pendemo. Bisa dibayangkan sekelas Anies yang aktivis berhadapan pelatih senam yang  tidak fasih merumuskan tuntutannya. Akhirnya memang para pendemo hanya meminta foto foto selfie.
 
Hari itu karena akan mampir makan siang di rumah seusai peresmian, saya semobil dengan Anies.

Di tengah perjalanan, Anies minta saya tunjukkan lokasi tanah Pemprov yang lain di komplek itu. Saya antar ke lahan yang luasnya 3 kali lebih luas dibanding lahan yang diprotes: 3500 m2.
 
Di luar dugaan, ternyata  kelak itulah yang menjadi lokasi masjid At Tabayyun, sekarang.

Anies  tipe orang yang berpikir cepat dan mengambil keputusan luar biasa cepatnya. Lahan  yang ditunjuk Anies menjadi solusi,  mengakhiri kontroversi yang ada karena sebagian warga yang protes pun menyatakan dukungannya. Persis bunyi iklan sebuah brand: Anies menyelesaikan masalah tanpa masalah.
 
Menjelang Maghrib hari Jumat itu boleh dicatat hari paling bersejarah bagi Masjid At Tabayyun. Walikota Jakarta Barat Uus Kuswanto dan Kepala BPAD Reza Pahlevi, diutus Gubernur Anies menemui saya di rumah. Kedua pejabat itu menyampaikan arahan Pak Anies yang merestui pembangunan  masjid di lahan Pemprov yang luasnya 3500 m2.
 
"Kami baru tadi siang diminta Pak Gubernur memeriksa kelayakan lahan itu. Ok," kata Reza.
 
Pak Uus juga menjamin pengurusan izinnya akan dibantu. Saya kontak Pak Anies untuk konfirmasi. Benar. Tinggal satu masalahnya, sebagian pengurus masjid, terutama ibu- ibu keberatan pindah lokasi.

Saya minta  Anies untuk bicara langsung kepada mereka. Kami diskusi via Aplikasi Zoom. Kawan yang protes akhirnya luluh setelah mendengar argumentasi Anies.
 
Anies mengingatkan di lokasi  baru, pengurus Masjid At Tabayyun bisa memanfaatkan lahan yang ada untuk membangun sekolah dan pelayanan kesehatan warga.

"Di lokasi lama bapak ibu hanya bisa salat karena tempatnya sempit. Saya yakin di rumah, bapak ibu pun sudah punya mushola untuk ibadah," papar Anies.
 
Gubernur Anies membayangkan At Tabayyun menjadi lslamic Center di Jakarta Barat, seperti halnya di awal kerjasama Pemprov DKI dengan Masjid Agung Al Ashar  di Jakarta Selatan.

img_title
Suasana Dalam Masjid At Tabayyun. (Foto: Istimewa)