Resensi: Catatan Awam dalam Canda dan Kenangan

Foto Dilarang Bercanda
Foto Dilarang Bercanda (Foto : )
Pertama kali harus dikatakan bahwa saya bukan dari latar belakang pendidikan sastra, tidak mengerti teori sastra dan belum pernah mengarang buku, baik itu tentang kesusastraan maupun novel sastra. Saya hanya seorang penikmat karya sastra. Jadi, jangan harapkan tulisan ini berangkat dari teori dan pengalaman. Tulisan ini murni dari seorang pembaca pasif.Buku ‘Dilarang Bercanda dengan Kenangan’ (DBDK) ini habis saya baca dalam dua hari. Artinya apa? Buku ini berhasil membetot pikiran dan perhatian saya untuk tidak meninggalkannya sebelum mata saya sampai di halaman terakhir. Jujur, sebagai penikmat sastra saya sangat rewel dengan selera baca saya. Penikmat kuliner yang mengerti rasa, segera akan menghentikan makannya begitu dia merasa masakan itu tidak enak dan nikmat. Begitu juga saya dalam membaca novel. Saya akan berhenti membaca dan tidak menyentuhnya lagi manakala saya merasa bosan.Novel ini bercerita tentang seorang karyawan sebuah perusahaan PR di Jakarta yang mendapat beasiswa kuliah short term di Leeds, Inggris. Johansyah Ibrahim, namanya, yang akrab dipanggil Jo. Alumni Fakultas Kehutanan IPB Bogor itu adalah anak Tunggal dari keluarga kelas menengah Jakarta. Di Leeds dia berkenalan dengan teman-teman kuliahnya dari mancanegara. Seorang anak muda berusia 23 tahun. Tinggi 182 Cm, ganteng, macho dan pintar. Makanya tidak heran jika beberapa orang wanita teman kuliahnya jatuh hati kepadanya. DIa pun mendapat cinta dari perempuan cantik sepupuhnya, Tiara, yang kemudian dinikahinya.Petualangan cintanya makin asyik dan menghanyutkan ketika dia berkenalan dengan seorang perempuan jurnalis Yordania, keturunan gado-gado Kurdi dan Rumania, Khaleeda O Jderescu, yang akrab dipanggil Aida. Ketiga anak muda inilah yang menjadi sentral cerita ini dengan setting kematian dan pemakaman Putri Diana pada tahun 1997. Sebagaimana diketahui, Putri Diana tewas di Paris bersama kekasihnya, Dodd El-Fayed dan dimakamkan di London.Cerita mulai mengasyikkan dan menghanyutkan ketika Jo bertemu secara tidak sengaja dengan Aida di Montparnasse Café di Thackeray Street. Café itu penuh orang karena besoknya manusia akan menyaksikan prosesi pemakaman mendiang Putri Diana dari Istana tempat tinggalnya di Kensington Palace ke Gereja Westminster Abbey untuk misa requim. Jo duduk di meja yang masih menyisakan satu bangku kosong. DI sanalah Aida bertanya tentang bangku itu dan Jo mengizinkan. Maka berkenalanlah mereka. Di sinilah mulai percintaan segitiga Jo-Aida-Tiara.Saya tidak berpretensi untuk menceritakan kembali kisah di Dilarang Bercanda dengan Kenangan ini. Biarlah pembaca sendiri yang memenukannya. Saya hanya ingin memberikan apresiasi dan pertimbangan.Pertama, novel ini mengajak pembacanya untuk berasyik-masyuk dengan cerita cinta. Kita dibawa kepada nostalgia percintaan yang mungkin sangat dekat dengan pengalaman kita sewaktu muda. Karena itu, novel ini menjadi memabukkan. Bisa saja cerita dalam novel tidak sama persis dengan yang kita alami tetapi suasana dan melankoli percintaan itu tidak asing dari perasaan umum dalam bayang khayal kita.Kedua, alur dan plot cerita ini juga mengagumkan. Adegan terasa cepat berubah dan logis walaupun beberapanya ada terasa seperti kebetulan. Alur cerita yang cepat itu, terutama mulai sejak pertemuan Jo dan Aida di Cafe sampai ke lokasi pemakaman Doddy Al-Fayed, mengingatkan saya pada alur dan plot cerita di buku Da VIndi Code karya Dan Brown. Pengaturan plot dan alur cerita ini merupakan keunggulan penulis yang tidak banyak dimiliki oleh pengarang Indonesia yang lain.Ketiga, saya belum pernah pergi ke London. Tetapi, dengan membaca novel ini saya seperti menonton film yang memaparkan seluk beluk jalan di kota terutama di sekitar lokasi cerita itu terjadi. Itu salah satu kelebihan lain dari novel ini.Keempat, saya dengar dari Penulisnya sendiri, demi pertimbangan artistik dan ekonomis, dia harus memotong hampir 200 halaman naskah asli hingga sampai pada bentuk final seperti yang kita temui sekarang. Di sanalah terlihat kepiawaian penulis. Tidak terlihat ada plot dan alur yang janggal. Sebagai pembaca, saya tidak merasa bahwa novel Dilarang Bercanda dengan Kenangan itu sudah dipotongkan.Kelima, adigium bahwa “pengarang adalah Tuhan dari tokoh-tokohnya” terbukti di sini. Menurut saya, pengarang bisa saja membuat cerita “Happy Ending” atau “Sad Ending.” Kalau pengarang berniat cerita ini Happy Ending cerita ini bisa diakhiri dengan Pernikahan Jo dan Tiara. Dan itu sudah cukup tebal hingga 300 halaman. Tetapi pengarang memilih “Sad Ending”. Foor Jo.Dengan lima pertimbangan dan apresiasi di atas, saya merekomendasikan agar para pembaca dan penikmat sastra memiliki novel ini. Tentu saja, semua tulisan tidak ada yang sempurna, tetapi sebuah tulisan yang bagus, menurut saya, seyogianya mampu membuka pemikiran dan cakrawala baru serta memperhalus budi dan bahasa pembacanya. Novel Dilarang Bercanda dengan Kenangan ini memenuhi syarat itu.* Ramadhani Akrom, alumni FISIP UI, mantan wartawan Judul : Dilarang Bercanda dengan KenanganPenulis : Akmal Nasery BasralPenerbit : RepublikaTahun : 2018Tebal : iv + 468