Warga Marunda: Pak Jokowi, Tolong! Tanah Kami Diserobot

Warga Marunda
Warga Marunda (Foto : )
Sejumlah warga Marunda, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mendatangi kantor Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat. Mereka datang pada Jumat(20/4/2018) dengan membawa spanduk bertuliskan: "Pak Jokowi. Tolon!Tanah kami diserbot Konglomerat"Mereka berharap adanya bantuan hukum dari pihak  bantuan Hukum UI karena selama ini warga tak pernah mendapat keadilan. Beberpa kali mereka didampingi pihak tertentu namun belum sampai tuntas mereka sudah ditinggalkan.Warga marunda ini pun berupaya menemui pimpinan LKBH  FHUI  untuk memberikan penjelasan tentang persoalan yang mereka alami.  Warga berharap ada bantuan hukum atas lahan sekitar 90  hektar di kawasan marunda yang kini dikuasai oleh pengembang besar.  Menurut warga, tanah tersebut milik para ahli warisWarga sendiri memiliki surat girik atas lahan mereka. Namun sejak tahun 1982, lahan milik mereka tersebut diklaim oleh pihak lain sehingga warga pun tak lagi memiliki hak penuh atas lahan tersebut. Upaya meminta perlindungan terhadap institusi seperti kepolisian dan badan pertanahan (BPN) telah mereka lakukan namun hingga kini tak ada kepastian."Kami berharap pihak UI bisa jadi pendamping. Selama ini warga diberi janji-janji saja.  Kami masih memiliki girik atas nama Sukra, kakek Kami, orangnya masih hidup dan memang tidak pernah menjual. Lantas kenapa sekarang sudah dikuasai Marunda Center" Ungkap Sobri.Sobri berharap BPN mau membuka darimana asal HGB yang dimiliki perusahaan tersebut. karena warga tidak pernah merasa menjual tanah tersebutSementara Abdul Rosyid  warga lainnya mengungkapkan warga pernah mendirikan tenda dan menguasai lahan di kawasan tersebut. Namun atas saran pendamping mereka saat itu, mereka tinggalkan lahan karena pengusaha akan membayar lahan mereka. Namun, janji tinggal janji. Hingga saat ini mediasi yang dijanjikan tidak pernah terwujud.Menurut  pensiunan tentara ini, ada juga warga  Marunda yang mengajukan pemblokiran ke BPN atas tanah mereka. Surat pemblokiran masih dipegang warga.Sebelumnya , kasus tanah di Serpong juga diadukan seorang warga ke 
LKBH UI
. Sutarman Wahyudi mengungkapkan tanah orang tuanya  dikuasai pengembang besar padahal keputusan pengadilan sudah Inkrah. " Kami tidak bersengketa dengan Pengembang. Kami menang di pengadilan negeri, hingga pengadilan tinggi. dan pengguggat anak pemilik tidak mengajukan banding saat itu. Lantas, kenapa ada pihak lain yang mengajukan banding"ungkapnyaSutarman berharap kepala BPN bisa menjawab dengan tegas, apakah tanah yang dalam status sita jaminan bisa dibuat sertifikat.Pertanyaan Sutarman adalah wajar. Sebab banyak terjadi diberbagai tempat, warga tak berdaya jika berhadapan dengan pengembang besar. Warga biasanya disodorkan harga murah. Jika tidak berkenan, warga dipersilakan ajukan gugatan di Pengadilan. Tentu tidak semua warga punya uang yang cukup jika dibawa ke pengadilan.Hal ini pernah dialami Aditya seorang warga yang memiliki tanah di kawasan Tangerang Selatan. Saat itu , Adit memilih jalan pengadilan, sementara warga yang kurang mampu menerima harga murah yang ditawarkan . Nah, saat berani maju ke pengadilan, Tanah Adit ditawar menjadi lima kali lebih besar dari harga yang ditawarkan sebelumnya.Nah, tentu tidak semua warga punya keberanian maju ke Pengadilan. Mereka ragu apakah para penegak hukum bisa melihat kasus secara objektif dan adil atau justru  sebaliknya, bisa dibeli?. Karena baik Sutarman, Sobri , Abdul Rosyid menumpukan harapannya kepada LKBH UI yang hingga kini  masih mereka yakini tak bisa dibeli.Jadi, salahkah warga  yang merasa tanahnya diserobot pengusaha raksasa secara semena-mena jika minta tolong kepada presiden  Jokowi yang sering bagi-bagi sertifikat ?Laporan Mely Kasna dari Depok, Jawa Barat