Mereka Ingin Pembatasan Senjata

Mereka Ingin Pembatasan Senjata
Mereka Ingin Pembatasan Senjata (Foto : )
www.antvklik.com- Mahasiswa di Washington melakukan demonstrasi untuk menuntut kontrol senjata setelah adanya beberapa peristiwa penembakan massal yang menewaskan banyak orang.  Mahasiswa memobilisasi  rekan-rekannya untuk berdemonstrasi mendukung undang-undang pembatasan senjata yang lebih kuat, mengingat makin banyaknya peristiwa penembakan paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat.Mereka merasa politisi telah gagal untuk melindungi mereka.Peristiwan terakhir terjadi pekan lalu, seorang mantan siswa dari Marjory Stoneman Douglas High School dituduh membunuh 17 orang dengan menggunakan senapan pada hari Rabu, siswa tersebut diduga bergabung dengan orang di media sosial untuk merencanakan kejadian tersebut, termasuk pawai Washington.Banyak yang mengkritik Trump  bersikap lemah terhadap Asosiasi Perusahaan Senjata tentang masalah pembatasan senjata ini. Salah satunya adalah sswa dari sekolah di Florida mengecam pemimpin politik, termasuk Presiden Donald Trump. Siswa dari sekolah tinggi Florida merencanakan "March for Our Lives" di Washington pada tanggal 24 Maret untuk memperhatikan keselamatan di sekolah dan meminta anggota parlemen untuk memberlakukan kontrol senjata."Saya merasa sudah waktunya untuk berdiri," kata Lane Murdock, 15, dari Connecticut.Murdock, yang tinggal berjarak 32 km dari Sekolah Dasar Sandy Hook di mana 20 anak-anak dan 6 orang dewasa ditembak mati 5 tahun lalu, meminta lebih dari 50.000 tanda tangan dalam sebuah petisi online pada hari Minggu. Hal ini dilakukan untuk meminta siswa keluar dari sekolah menengah mereka. pada tanggal 20 April.Mereka juga berencana untuk melakukan demonstrasi untuk pengendalian dan pembatasan senjata, masalah kesehatan mental dan keamanan sekolah pada hari Rabu di Tallahassee, ibukota negara bagian. Para siswa berharap bisa bertemu dengan seorang anggota parlemen yang mampu melarang penjualan senjata seperti AR-15 yang diduga digunakan dalam penembakan di sekolah tersebut.
Dida Calista, sumber Reuters