KPI Imbau Pemberitaan Terorisme Harus Bisa Dipertanggungjawabkan Sumbernya

teroris di brimob
teroris di brimob (Foto : )
Pasca kerusuhan di Mako Brimob dan  ledakan bom bunuh diri di Surabaya belum lama ini, Komisi Penyiaran Indonesia bekerjasama dengan Polri, Dewan Pers,  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengadakan diskusi. Tema diskusi yang diselenggarakan di salah satu hotel di Jakarta Pusat  ini adalah  tentang pemberitaan  atau penyiaran terorisme baik yang disiarkan secara langsung (breaking news) ataupun siaran ulang di sebuah stasiun televisi.Menyikapi terjadinya peristiwa kerusuhan narapidana teroris (napiter)  di Mako Brimob dan bom bunuh diri  di Surabaya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghimbau kepada media penyiaran agar setiap pemberitaan menyangkut terorisme sebaiknya media mengedepankan pedoman peliputan terorisme yang dikeluarkan Dewan Pers dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Selain itu juga memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik dan kode etik jurnalistik harus menjadi patokan para jurnalis ketika peliputan di lapangan.Sementara Komisi Penyiaran (KPI) juga mengingatkan bila penayangan aksi yang dilakukan terorisme  selalu diputarkan  penayangannya berturut-turut di stasiun televisi, dikhawatirkan bisa memberi rangsangan kepada simpatisan teroris sebagai iklan propaganda gerakan radikalisme, dimana pemerintah melalui aparat penegak hukum, terorisme merupakan musuh bersama yang harus di hentikan aksinya.  Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya.Selain itu, Ketua Dewan Pers Yoseph Adhi Prasetyo juga mengingatkan kepada media untuk mentaati aturan etika peliputan sidang di sebuah pengadilan. Seperti persidangan kasusnya Jesica yang digelar di Pengadilan Negeri Pusat beberapa waktu yang lalu. Menurut Yoseph, semua media ingin meliput jalannya sidang yesica secara langsung, dimana kasus ini dianggap agak unik, karena Jaksa penuntut Umum  tidak bisa menghadirkan alat bukti yang syah, sehingga vonis banyak berdasarkan dari saksi ahli. Hal ini yang menjadikan media  selalu ingin melakukan peliputan di dalam ruangan sidang secara langsung, dimana regulasi peliputan di wilayah pengadilan merupakan prerogratif hakim yang harus di taati semua media. Dewan pers juga ikut mengeluarkan pedoman peliputan terorisme maupun peliputan sidang lainnya yang dapat menjadi pegangan insan pers. Lembaga penyiaran punya kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. KPI juga mengingatkan bahwa televisi dan  radio harus bisa menjadi perekat sosial antar masyarakat. Laporan Kukun Yudi Parwanto dan Hartono dari Jakarta.