Nama Puan dan Pramono Disebut di Pengadilan Kasus Korupsi KTP Elektronik

setnov-muka
setnov-muka (Foto : )
Setya Novanto, terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, menyebut sejumlah orang  partai yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat ikut kebagian uang proyek, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (22/3).  Di antara yang disebut adalah dua politikus dari PDIP: Puan Maharani dan Pramono Anung.[caption id="attachment_90456" align="alignnone" width="300"]
Puan Maharani, politikus PDIP, disebut Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP menerima aliran dana proyek. [/caption]Novanto menyatakan bahwa keduanya menerima uang dari proyek KTP elektronik sebesar 500 ribu dolar AS. Uang tersebut diberikan oleh Made Oka Masagung. "Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke Dewan. Saya tanya 'wah untuk siapa?' Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500 ribu dolar AS dan Pramono 500 ribu dolar AS," kata Novanto.Dalam kasus ini, Novanto didakwa menerima uang 7,3 juta dolar AS dan jam tangan mewah. Dia juga disebut mengatur proyek ini dari awal penganggaran sampai pelaksanaannya bersama sejumlah pihak. Novanto pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa partainya siap diaudit dan dikonfirmasi mengenai tudingan Novanto yang kini berstatus terdakwa kasus korupsi KTP elektronik di pengadilan hari ini. "Kami pastikan tidak benar. Dan kami siap diaudit terkait hal tersebut," kata Hasto, Kamis (22/3).[caption id="attachment_90455" align="alignnone" width="300"] Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, membantah tudingan Novanto. [/caption]Hasto menegaskan, saat pembahasan proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut, posisi PDIP bukan sebagai partai pemenang pemilu, melainkan berada di oposisi. Hasto menilai, Menteri Dalam Negeri saat itu, Gamawan Fauzi, harus memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi KTP elektronik."Yang kami usulkan, KTP elektronik bukan pada pendekatan proyek. Namun, melalui pendekatan integrasi data antara data pajak, data BKKBN, data kependudukan. Dan hasil integrasi data divalidasi melalui sistem