Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan menyatakan , percepatan sertifikasi lahan karena sering mendengar banyak sengekta tanah karena suratnya belum bersertifikat. Nah, Apakah jadi jaminan tanah bersertifikat tidak bermasalah dan aman dari mafia tanah? Ternyata tidak, banyak warga di berbagai daerah telah memiliki SHM namun tetiba tanahnya masuk area SHGB pengembang atau diklaim pihak lain. Hal ini terjadi diberbagai daerah dan jika presiden tetap membiarkan mafia tanah gentayangan tak tertutup kemungkinkan bisa terjadi bentrokan sesama warga atau aksi perusakan seperti yang terjadi Kubu Raya, Kalimantan Barat bakal terulang di tempat lain.Lembaga Bantuan Hukum Majelis Adat Dayak Kalbar mendesak institusi penegak hukum dan instansi terkait untuk menindak lanjuti proses hukum sengekta lahan di pal XI kecamatan Kakap , kabupaten Kuburaya yang berujung pengrusakan ,dan pembakaran rumah warga dan rumah ibadah klenteng.Pengrusakan rumah warga dan rumah ibadah klenteng puncaknya terjadi pada tanggal 23 mei yang lalu. Tindakan anarki ini berawal dari sengketa lahan antara ahli waris Liu Syi Fuk dengan Haryanto pemenang lelang aset BRI diperoleh dari penyitaan tanah milik nasabah kredit macet pada tahun 2010. Objek tanah yang disengketakan pada lokasi yang sama yang sebelumnya telah dikusahai ahli waris liu syi fuk pada tahun 2006 dan telah memiliki legalitias kempilikan tanah yang sah dari BPN setempat dengan terbit SHM 7940 dengan luas tanah 2007 meter persegi dan sertifikat hak milik no 7941 dengan luas tanah 5.229 meter persegi . Diatas tanah ini dibangun rumah sekalgus tempat ibadah kelteng dan tanaman padi.Pada tahun 2010 kepemilikan tanah hak milik yang sah dari ahli waris liu syi fuk ini akhirnya gugur setelah petugasBPN Kuburaya bersama degnan anggota kepolisian dari polresta kota Pontianak melakukan pengukuran ulang diatas tanah hak milik ahli waris Liu Syi Fuk . Berdasarkan surat lelang BRI yang dimenangkan Haryanto pada tahun 2007 ,dan terbitlah Shm no 23 81 , gs no 878 /81 /. Dalam berita cara pengukuran nomor 13/ tahun 2010 ,terdapat perbedaan luas hasil lapangan dan luas pada sertifikat tersebut tumpang tindih dengan Shm milik ahli waris liu syi fuk shm 7940 dan Shm no 7941Semenjak terjadi sengkaeta lahan ahli waris Liu Syi Fuk sudah 5 kali mendapatkan intimidasi dan kriminalisasi hukum dari berbagai pihak, Intimidasi terjadi sejak tgl 19 Januari dan puncaknya pada 23 Mei 2018 ,terjadi pengrusakan ,pembakaran rumah dan klenteng milik ahli waris Liu Syi Fuk oleh sekelopok orangMajelis Adat Dayak Kalbar telah menyurati Mapolda kalbar ,terkait pembakaran dan pengrusakan namun tidak digrubris pihak kepolisian. Bahkan, Majelis Adat Dayak juga telah menyurati persolan ini kepada bapak Presiden
Jokowi
, Kapolri i ,Komnas ham ,kementerian agraria dan BPN dan Ombusdman untuk mencari keadilan.Nah, apa yang terjadi di Kalimantan Barat juga terjadi di Pulau Jawa. Tak jauh dari Istana Presiden, Saat Peringatan 20 tahun reformasi di Fakultas Kedokteran UI, Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI )juga mengingatkan bahwa memiliki sertifikat ternyata juga belum tentu aman dari sasaran mafia tanah. Sejumlah korban mafia tanah yang bergabung dalam FMKTI adalah contoh nyata bahwa memiliki SHM pun belum aman. Sejumlah anggota FKMTI yang telah memiliki sertifikat tapi lahan mereka masih bisa dikuasai pengembang. Bagaimana surat yang tumpang tindih mungkin ini bisa terjadi jika tidak melibatkan oknum BPN?Selain tanah yang berstatus SHM, Dalam catatan FKMTI, puluhan warga yang tanahnya berstatus girik juga jadi korban perampasan mafia tanah dan telah berubah menjadi SHGB milik pengembang. Hal ini terjadi di Kawasan BSD Serpong,Tangerang Selatan, Marunda Center dan lain-lain. Dalam kasus girik, biasanya oknum BPN tidak berani membuka warkah atau asal usul tanah. Oknum BPN biasanya menyarankan warga yang memiliki girik untuk ke Pengadilan untuk menggugat SHGB yang diterbitkan oleh BPN sendiri Padahal , BPN berwenang membatalkan sertifikat jika terbukti cacat administrasi dalam proses pembuatannya. Nah , gegara oknum BPN yang tidak teliti atau sengaja tidak teliti kenapa warga yang harus repot-repot ke pengadilan. Aneh, ya?Lantas, Apakah presiden Jokowi akan merespon Surat dari Majelis Adat dayak dan juga para korban mafia tanah yang tergabung dalam FKMTI atau justru melindungi mafia tanah dan oknum BPN yang terlibat dalam kasus perampasan tanah? Laporan Tut Wuri Handayani dari Pontianak
Baca Juga :