Kemenkes Lambat Implementasikan untuk Atasi Stunting Pascapandemi

20200705_203410
20200705_203410 (Foto : )
Kemenkes lambat implementasikan peraturan untuk atasi stunting pascapandemi. Gizi buruk menjadi ancaman serius pascapandemi Covid-19.
antvklik.com
Kementerian Kesehatan sedang dalam sorotan. Setelah Presiden mengeluhkan lambatnya dan rendahnya serapan dana untuk penanganan pandemi Covid-19, Kementerian Kesehatan khususnya Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Gizi dinilai lamban dalam upaya mengantisipasi naiknya prevalensi stunting dan masalah kurang gizi anak Indonesia pascapandemi.Presiden Joko Widodo juga telah menekankan bahwa program penanganan pandemi Covid-19 tidak boleh menghentikan program penting nasional lainnya termasuk penanganan stunting pada kanak-kanak.Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, dalam8 pernyataannya, Ahad (5/7/2020) mengatakan bahwa sebetulnya, Menteri Kesehatan kabinet periode pertama Jokowi, Nila Moeloek, sudah menyiapkan kebijakan yang bagus untuk mempercepat penangangan stunting yang ditargetkan unntuk turun ke angka 14 persen di tahun 2024.Kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 29/2019 yang mengatur pemberian Pangan Khusus untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) untuk anak penderita memiliki indikasi gagal tumbuh (faltering growth) yang jika tidak diintervensi akan berakibat menambah jumlah anak stunting.Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 29 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit yang mulai diberlakukan pada 29 Agustus 2019, kata Agus. Namun untuk pelaksanaan Permenkes ini, Kementerian Kesehatan harus mengeluarkan Petunjuk Teknis (Juknis) atau Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).“Sayangnya hingga hari ini, sudah hampir satu tahun sejak Permekes 29/2019 dikeluarkn, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dana Petunjuk Teknis (Juknis) Permenkes ini belum ada. Artinya Permenkes ini masih ompong tidak bertenaga untuk dilaksanakan,” kata Agus.“Jika Kementerian Kesehatan masih enggan untuk melaksanakan kebijakan melalui pembuatan aturan pelaksanaan secara jelas dan mudah diikuti hingga ke Dinas Kesehatan Daerah, berarti ada yang salah dengan para pejabat yang sekarang bertugas dan bertanggung jawab menangani masalah stunting ini. Presiden perlu menilai ulang kompetensi mereka,” tegas Agus. “Kasihan presiden jika jajaran dibawah tidak mendukung target dan arahan yang diberikan.”Hambatan lain selain permasalahan belum adanya Juklak/Juknis adalah permasalahan penyelamatan anggaran stunting di APBN/APBD.Dengan adanya krisis pandemi Covid-19, pemerintah tengah merealokasikan banyak anggaran sektor lain yang dialihkan untuk penanganan Covid-19. Anggaran untuk penanganan stunting tidak boleh diganggu gugat, mengingat ini program strategis pemerintah yang langsung di-endorse oleh Presiden.“Temuan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas bahwa anggaran stunting dipakai untuk membuat pagar Puskesmas adalah sesuatu yang memalukan,” tandas Agus.UNICEF memperkirakan dampak pandemi Covid-19 terhadap kasus kurang gizi di Indonesia cukup besar, membuat penanganan juga harus memperhatikan aspek ini.Perwakilan UNICEF untuk Indonesia Debora Comini sebagaimana dikutip oleh media asing mengatakan bahwa sebelum terjadi pandemi ada sekitar dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting di Indonesia.UNICEF juga memperkirakan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi akut di bawah lima tahun bisa meningkat 15 persen secara global pada tahun ini jika tidak adanya tindakan.Menurut Deborah, peningkatan jumlah anak kekurangan gizi di Indonesia lantaran banyak keluarga kehilangan pendapatan akibat pandemi sehingga tidak mampu membeli makanan sehat dan bergizi."Jika kita tidak segera meningkatkan layanan pencegahan dan perawatan untuk anak-anak yang mengalami masalah gizi, kita berisiko melihat peningkatan penyakit dan kematian anak terkait dengan masalah ini," kata Perwakilan UNICEF Debora Comini dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.