Depati Bahrin dan Depati Amir, Pejuang yang Ditakuti Belanda

sketsa wajah depati amir
sketsa wajah depati amir (Foto : )
www.antvklik.com
-  Selain kaya sebagai penghasil pasir timah, Pulau Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, memiliki pejuang yang sangat dikagumi karena jasanya melawan penjajahan Belanda yang bernama Depati Bahrin dan Depati Amir.Silsilah keturunan mereka  dari Tomi Lugo yang lahir di Banten kemudian memiliki anak bernama Depati Karim. Anak Depati Karim adalah Depati Anggur. Depati Anggur alias Akek Tagak, memiliki anak bernama Depati Bahrin, yang lahir di Banten tahun 1636.Kemudian hari, Depati Bahrin memiliki putra bernama Depati Amir,warga Jada Bahrin memanggil Depati Bahrin dengan sebutan Akek Pok. Makam pahlawan ini terletak di  kawasan Ubuk Bunter, Desa Jada Barin Kabupaten Bangka. Sampai saat ini,  makam depati bahrin masih  dirawat oleh generasi keluarganya.Di kawasan makam ini, juga terdapat kuburan para panglima Depati Bahrin, beserta dokumen negara serta peralatan persenjataan,  peninggalan  jaman  Depati Barin masih memegang kekuasaan.Kedatangan Depati Bahrin ke Pulau Bangka, diawali saat daerah Banten sedang terjadi perang besar-besaran.  Sementara di Pulau Bangka, tidak ada sosok yang mengawal pertempuran, melawan Belanda.Depati Bahrin, diperintahkan sang ayah untuk membantu pertempuran di Bangka. Di Bangka, Depati Bahrin tinggal di sebuah menara di hulu sungai di tengah hutan. Ini dilakukannya, tak lain agar mempermudah mengawasi pergerakan Belanda kala itu.Depati Bahrin akhirnya memiliki putra,  yang kemudian dikenal sebagai Depati Amir. Lahir  tahun 1805, Amir  ikut melawan penjajah, bersama panglima perang lainnya.  Akhmad Elvian dalam makalahnya:” Depati Amir Pejuang Tangguh Dan Berbahaya,” menuliskan, Depati Bahrin dan Amir  dikenal sebagai pemimpin yang jago perang gerilya. Bahkan keduanya memiliki kesaktian bisa menghilang, saat hendak ditangkap Belanda.F. Epp,  seorang penulis Belanda menggambarkan kehebatannya: ”Der Depatti Barin zeigte sich hier als ein tuchtiger Guerillafuhrer, indem er und sein Sohn, der Depatti Amir, sich stets unsichtbar zu machen wussten, wenn sie in die Enge getrieben waren”(Depati Bahrin menunjukkan dirinya sebagai pemimpin gerilya yang ulung; ia dan puteranya, Depati Amir, selalu dapat menghilang, bilamana mereka terdesak).Amir memang seseorang yang sangat berbahaya dan ekspresinya selalu mencurigakan. Perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir mendapat perhatian serius dari Batavia karena penghasilan negara dari tambang timah menjadi merosot. Perang ini menyebabkan banyak tambang tutup dan menimbulkan banyak kerugian bagi Belanda (Sujitno,2011:217).Perang rakyat Bangka telah menyebabkan keresahan bagi pemerintah Hindia Belanda baik residen maupun pimpinan militer tertinggi Belanda di pulau Bangka. Keresahan itu hampir terjadi di delapan distrik di pulau Bangka. Komoditas timah pada pertengahan abad ke-19 merupakan komoditas ekspor terbesar ketiga setelah kopi dan gula yang memberikan keuntungan bagi pemerintah Hindia Belanda. Timah Bangka telah menjadi tambang emas: di Tahun 1926, sumber BTW memperkirakan Bangka mendatangkan keuntungan kasar f 400 juta dalam sembilan puluh tahun pertama (1820-1910) dan f 350 juta dalam lima belas tahun berikutnya (1911-25) (Heidues, 1992:128-129).Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jan Jacob Rochussen (memerintah Tahun 1845-1851 Masehi), karena kekhawatirannya, secara khusus mengirimkan seorang komisaris bernama H.J. Severijn Haesebroek untuk menjajaki berbagai perundingan dengan Depati Amir  dan menyusun langkah-langkah mendasar guna penyelesaian peperangan.Kegagalan penumpasan perlawanan rakyat yang dipimpin Depati Amir oleh polisi/opas dan 
Hoofd  Jaksa Abang Arifin, berakibat Residen Bangka F. van Olden diberhentikan sebagai residen dengan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 17 September 1850 Masehi.Untuk menumpas perlawanan seorang depati yang tidak memiliki pasukan militer karena pasukan Depati Amir adalah rakyat Bangka yang petani dan peladang dibantu oleh orang Cina Bangka para  parittheew  dan para kuli tambang (Alfiah, 1983/1984:56), pemerintah Belanda harus mendatangkan beberapa kali bala bantuan militer dari keresidenan Palembang dan dari Batavia. Bantuan yang datang antara lain, pada tanggal 26 April 1850 dengan kekuatan 4 perwira, 143 Bintara beserta anak buahnya dipimpin kapten J.H. Doorschodt dan Jonkheer de Casembroot (Bakar, 1969:43).Sebagian pasukan tinggal di ibukota Muntok dan sebagian pasukan ditugaskan ke distrik Pangkalpinang untuk selanjutnya ditempatkan di kampung-kampung di wilayah tempat terjadinya pertempuran7) (Elvian, 2014:21). Pasukan  Kompi Afrikaansche Flank-kompagnie