Bikin Sekolah Abal-Abal, Pria Ini Tipu Pemerintah Australia Rp20 Miliar

penipuan australia
penipuan australia (Foto : )
Seorang pria bernama Bobby Singh menipu pemerintah Australia sebesar Rp20 miliar. Caranya, ia mendapat subsidi pemerintah setelah mendirikan sekolah abal-abal.
Selama empat tahun, Bobby Singh mendapatkan penghasilan lebih dari Rp 20 mliar dari subsidi Pemerintah Australia bagi mahasiswa yang terdaftar di sekolah kejuruan abal-abal yang didirikannya.Sekolah kejuruan abal-abal itu bernama St Stephen Institute of Technology di Melbourne, Australia. 
Sekolah itu tidak memiliki mahasiswa sama sekali. Kasus ini terbongkar dari sebuah percakapan telepon yang berlangsung selama 4 menit 38 detik. Pada 1 Juli 2015, Singh mendapat panggilan telepon dari seorang petugas Badan Otoritas Pemantau Mutu Pendidikan Australia (ASQA)."Selamat pagi Pak Singh. Saya menelpon karena saya diminta untuk memantau fasilitas sekolah Anda," kata petugas bernama Kate Owen kepada Singh."Dari waktu ke waktu, kami memang datang ke lokasi, mengecek berbagai dokumen, memeriksa apakah aturan ditaati atau tidak."Saat itu, Singh mengatakan bahwa dia siap menerima kunjungan tim pemantau.Ketika pembicaraan selesai, Singh langsung menelpon mitranya Mukesh Sharma, yang menjalankan sekolah lain bernama Symbiosis Institute of Technical Education.Dia mengatakan kepada Sharma untuk bersiap-siap, karena akan ada pemeriksaan.Yang tidak diketahui Singh dan Sharma ketika itu adalah bahwa pembicaraan mereka direkam oleh penyidik federal.Pembicaraan itu kemudian menjadi bukti penipuan yang dilakukan Singh dan rekannya terhadap Pemerintah Australia. Mereka menipu untuk mendapatkan subsidi lebih dari 2 juta dollar Australia  atau senilai Rp 20 miliar.

Awalnya Berbisnis Legal

Singh tiba di Australia pada  1999 ketika berusia 18 tahun dan kemudian terlibat dalam beberapa kegiatan bisnis wirausaha.Dia menjalankan bisnis keamanan pada 2003. Di tahun 2005 Singh menjadi subkontraktor bagi Australia Post, dengan menjadi pengirim barang ke berbagai daerah di Melbourne.Menurut berkas pengadilan, usahanya itu berkembang pesat dengan nilai lebih dari 1,75 juta dollar Australia.Pada 2011, Singh menemukan "bisnis baru", yaitu menjadi pemilik sebuah "sekolah kejuruan" bernama St Stephen Institute of Technology. Singh melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan baru.Ketika petugas ASQA menelepon Singh di tahun 2015, pihak berwenang menduga bahwa Singh akan panik.Detektif Danielle Woodward sudah memantau Singh dan rekannya selama enam bulan setelah adanya laporan mengenai surat kelakuan baik mereka. Petugas mencurigai adanya beberapa hal yang aneh yang sedang terjadi.Singh tinggal di rumah mewah dengan mobil Ferrari, dan sumber kemewahannya tidak jelas asalnya. Sekolahnya berada di lokasi yang aneh dan aktivitasnya tidak sebanyak sekolah normal dengan ratusan orang mahasiswa.ABC Australia mendapatkan hasil pembicaraan telepon dan rekaman video yang menunjukkan usaha penipuan Singh dan rekan-rekannya.Di hari ketika tim berkunjung, Singh melakukan beberapa pembicaraan telepon dengan anggota sindikatnya Mukesh Sharma dan Rakesh Kumar untuk mempersiapkan dokumen.Dalam salah satu pembicaraan, salah seorang anggota sindikat mengatakan kepada Singh, "kita tahu bahwa yang kita lakukan ini secara hukum dan secara etika salah."Ternyata dari berbagai rekaman rahasia yang mereka lakukan di sekolah tersebut, kegiatan pengajaran tidaklah berlangsung di sana."Pada dasarnya kami menemukan tidak adanya kegiatan pengajaran dan tidak adanya mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan pendidikan," kata Danielle.Salah satu kegiatan yang paling tampak di sekolah tersebut adalah ketika hari pengecekan ditentukan."Kami melihat adanya komputer dan berbagai dokumen dibawa ke sana. Namun komputer itu sama sekali tidak disambungkan ke internet. Jadi sebenarnya dibawa ke sana hanya sekedar untuk diperlihatkan kepada tim pemantau," kata Danielle.Bentuk penipuan seperti ini dikenal oleh mereka yang bekerja di sektor sekolah kejuruan di Australia sebagai "sekolah hantu.""Sekolah itu seolah-olah melakukan kegiatan," kata Larissa Kernebone, seorang mantan pengawas ASQA yang sekarang menjadi konsultan sekolah kejuruan."Jadi mereka terlihat seperti sekolah kejuruan, namun para siswa sama sekali tidak pernah sekolah, mereka bekerja di tempat lain atau melakukan sesuatu yang lain," tambahnya lagi.