Putusan MK Bocor, SMRC: Publik Menginginkan Sistem Proporsional Terbuka

SMRC: Publik Menginginkan Sistem Proporsional Terbuka
SMRC: Publik Menginginkan Sistem Proporsional Terbuka (Foto : Dok. Istimewa)

Antv – Mahkamah Konstitusi (MK) dikabarkan sudah memutus sistem Pemilu Proporsional Tertutup. Artinya pemilih hanya akan memilih partai. Siapa yg lolos Senayan, cukup ditunjuk elit partai.

Belum ada penjelasan resmi dari MK terkait kebenaran informasi tersebut, yang jelas beberapa elit politik sudah membocorkan ihwal putusan MK tersebut.
 
Survei SMRC (2-5 Mei 2023) menemukan mayoritas publik Indonesia menginginkan pemilihan umum legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka.

Mayoritas publik menghendaki calon anggota DPR yang mewakili partai ditentukan oleh pemilih atau rakyat secara langsung, bukan oleh pimpinan partai.

Survei SMRC menemukan dukungan publik pada sistem proporsional terbuka dalam Pemilu legislatif sangat kuat, 72 persen.

Yang menginginkan sistem proporsional tertutup, atau pemilih hanya memilih partai dan calon anggota DPR ditentukan elit partai, hanya 19 persen.

Sikap mayoritas warga yang menginginkan sistem pemilu proporsional terbuka ini konsisten ditemukan dalam 3 kali survei SMRC (Januari, Februari, dan Mei 2023).

Dalam rangkaian survei tersebut, publik yang menginginkan sistem proporsional terbuka sekitar 71-73 persen, jauh lebih banyak dibanding yang menginginkan proporsional tertutup, 16-19 persen.

Terpisah, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Presiden RI keenam, memberikan tanggapannya terkait bocoran keputusan MK yang disampaikan mantan Wamen Kumham Denny Indrayana.

Dalam penyataanya Denny Indrayana menyebut bahwa pemilu akan diubah menggunakan sistem proporsional tertutup oleh Mahkamah Konstitusi.

SBY menyebut, jika informasi yang disampaikan Denny Indrayana benar, maka putusan MK ini akan menjadi isu besar dan akan menimbulkan kekacauan dalam dunia politik Indonesia saat ini.

SBY pun mempertanyakan kepada MK terkait kegentingan atau kedaruratan dalam penetapan sistem proporsional tertutup ini.
 
“Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU,” kata SBY dalam keterangan resminya, Minggu (28/5/2023).

SBY menilai, pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menyebabkan kekacauan.

“Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'Chaos' (kekacauan politik),” ujarnya.

Selain itu, SBY juga mempertanyakan apakah sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi? SBY mengatakan, berdasarkan konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.

SBY pun menilai, jika MK tidak memiliki argumentasi yang kuat bahwa sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, maka mayoritas masyarakat akan sulit menerimanya.

“Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR & MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat,” kata dia.

SBY menyebut, penetapan UU tentang sistem pemilu sesungguhnya berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK.

SBY juga mendorong agar Presiden dan DPR segera memberikan tanggapannya.

Sedangkan mayoritas partai politik telah menyampaikan sikap menolak untuk mengubah sistem terbuka menjadi tertutup. “Ini mesti didengar,” ucap SBY.

SBY meyakini, dalam menyusun Daftar Caleg Sementara, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah dan tetap menggunakan sistem terbuka. Sehingga jika hal ini diubah oleh MK di tengah jalan, maka menjadi persoalan serius.

“KPU dan Parpol harus siap kelola ‘krisis’ ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat,” tambahnya.

SBY pun berpandangan, agar dalam pelaksanaan pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Setelah pemilu 2024, Presiden dan DPR duduk bersama untuk menelaah sistem pemilu yang berlaku untuk disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik.