Mengenal Lebih Dekat Bamboo Dome, Tempat Santap Siang Para Pemimpin G20 di Bali

Bamboo Dome, Tempat Santap Siang Para Pemimpin G20 di Bali
Bamboo Dome, Tempat Santap Siang Para Pemimpin G20 di Bali (Foto : antvklik-Andri Prasetiyo)

Antv – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali, menyisakan banyak hal menarik. Salah satunya adalah Bamboo Dome tempat makan siang para pemimpin G20, yang terletak di tepi pantai.

Tempat itu menjadi lokasi Presiden Joko Widodo bersama para pemimpin dan delegasi G20 menikmati santap siang.

Bentuknya yang unik menjadi daya tarik tersendiri bagi orang yang berada di dalamnya. Bamboo Dome ini merupakan mahakarya kolaborasi dari tiga orang. Yakni Elwin Mok sebagai visual creative consultant KTT G20, Rubi Roesli sebagai desainer Bamboo Dome, dan Ashar Saputra, pakar bambu dari Universitas Gadjah Mada.

Ashar sendiri tidak menyangka jika akan dilibatkan dalam pembuatan Bamboo Dome ini.

Ia bercerita awalnya dikontak seorang teman penggiat bambu dari Bali. Teman tersebut menawarkan kerja sama dengan panitia nasional G20 dalam pembuatan lokasi jamuan makan para pemimpin dan delegasi G20.

Tawaran ini bukan tanpa tantangan karena perajin hanya memiliki waktu yang relatif singkat untuk menyiapkan lokasi yang estetik dan aman.

“Para penggiat, perajin bambu disediakan tiga minggu untuk menyelesaikan Bamboo Dome. Ini menuntut kerja sama yang intens antara arsitek, perajin bambu, dan saya untuk memastikan keamanannya sehingga harus dikawal dengan cukup ketat karena pekerjaannya cukup banyak dan harus zero tolerance terkait keamanan struktur bangunan,” kata Ashar dalam keterangan resmi UGM, Kamis (17/11/2022).

Dijelaskan Ashar, ide pembuatan bangunan Bamboo Dome ini adalah mencari sesuatu yang unik. Dan bambu dipilih karena memiliki keunikan dibanding bahan lain.

Bambu adalah bahan yang mudah dibentuk melengkung karena sifatnya yang lentur dan elastis.

Selain itu, bangunan bambu juga dikenal kuat atau tahan terhadap guncangan gempa.

“Idenya dari para desainer itu adalah di mana di saat dunia itu senang memilih yang artifisial, justru Bali masih memiliki yang original. Bambu jadi pilihan karena sudah menjadi keseharian masyarakat Bali," ujar dosen Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM ini.

Adapun jenis bambu yang digunakan menurut Ashar adalah bambu apus. Sedangkan sebagai penyangga menggunakan bambu jenis petung.

Bambu petung ini berasal dari Tabanan dan dibawa ke Gianyar untuk digarap oleh perajin. Prosesnya dimulai dari menentukan pondasi, menyusun lengkung-lengkung utama, sampai keseluruhan dapat diuji karena strukturnya lengkung.

Lebih lanjut Ashar menjelaskan ada tantangan tersendiri dalam pembuatan bangunan ini. Yakni untuk membentuk lengkungan yang estetik, namun segi keamanan tetap bisa tercapai. Berbeda dengan bangunan yang dibuat dari beton atau baja, membangun bambu memiliki ketidaktentuan yang cukup tinggi, baik dari segi dimensi, kematangan, maupun kinerja sambungannya.

Bahkan, ada satu momen yang ia sebut sebagai Moment of Truth dalam proses pengerjaan Bamboo Dome. Satu hari sebelum Presiden Joko Widodo melakukan cek lokasi, saat itu di Nusa Dua terjadi hujan yang sangat lebat dan angin kencang selama 2 jam.

Ia berada persis di bawah bangunan yang sedang dikerjakan sembari memperhatikan seluruh bangunan.

Beruntung kondisi seluruh struktur bangunan masih stabil dan tetap kokoh walau diterpa hujan dan angin kencang.

“Di titik ini saya menjadi yakin dengan keamanan struktur bangunan Bamboo Dome yang hampir 100% pengerjaannya. Ketika saya tidak dapat menguji secara langsung tetapi bangunan langsung diuji oleh alam,” kenangnya.

Ashar sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada para perajin bambu yang telah membantu dalam pengerjaan Bamboo Dome.

Komitmen dan keseriusan para perajin bambu yang telah cukup lama dikenalnya ini sangat terlihat dalam pengerjaan bangunan ini.

“Sangat luar biasa, betapa para perajin bambu dari desa Gianyar ini sangat serius, sungguh-sungguh, berkomitmen. Saya merasa bersyukur, beruntung, dan bangga dapat menjadi bagian dari kerja besar ini dan berharap dapat menyampaikan kepada masyarakat global bahwa di saat dunia cenderung memilih hal-hal yang artifisial tetapi kita masih punya yang masih orisinal,” bebernya.

Melalui momen ini ia berharap, bambu dapat dimanfaatkan dan diperkenalkan lebih baik kepada masyarakat. Ia juga berharap di masa depan UGM bisa membuat bangunan yang bagus, lekat dengan Indonesia, dan dapat menjadi nilai tambah bagi masyarakat.

Sebagai catatan, Ashar adalah seorang peneliti yang giat mengkaji bambu. Awal keseriusannya meneliti bambu terjadi pada 2008.

Kala itu ia bekerja sama dalam pembangunan sekolah alam internasional yang seluruh bangunannya menggunakan bambu di Bali.

Dari awal kerja sama tersebut ia kenal dengan para penggiat bambu. Sampai saat ini Ashar telah bekerja sama dengan penggiat bambu untuk membuat bangunan bambu. Tak hanya di Indonesia, namun juga di beberapa negara seperti Belgia, Cina, dan India.