Digugat Debiturnya Terkait Lelang Aset, Ini Kata Pihak Bank Victoria

Digugat Debiturnya Terkait Lelang Aset, Ini Kata Pihak Bank Victoria
Digugat Debiturnya Terkait Lelang Aset, Ini Kata Pihak Bank Victoria (Foto : Dok. Istimewa)

Antv – Pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 22 September 2022, Ilham Muzaki SH, penasihat hukum PT Pundi Pundi Lumbung Pertiwi, debitur Bank Victoria mengungkapkan kliennya menggugat Bank Victoria beserta cessornya sebesar Rp100 miliar atas kerugian materiil dan imateriil terkait cessie dan lelang aset yang dianggap cacat hukum.

Pada perkara Nomor 809/Pdt.G/2021/PN.JKT.PST, PT Pundi Pundi, melalui penasihat hukumnya, juga meminta pengadilan untuk membatalkan pengalihan piutang (Cessie) dan lelang atas jaminan aset tanah dan properti yang berlokasi di Kemang Timur, Jakarta Selatan. 

Cessor yang digugat oleh debitur Bank Victoria adalah PT Anugerah Lestari Utama.

PT Pundi Pundi mempermasalahkan proses lelang yang menurutnya tidak sesuai prosedur, proses pengalihan hak tanggungan dari Bank Victoria kepada Cessor dan penjualan objek hak tanggungan kepada orang lain tanpa sepengetahuan debitor.

"Debitur mempertanyakan perhitungan kredit yang ditagihkan oleh Cessor dari yang semula kurang lebih Rp18 miliar (utang pokok), menjadi Rp67 miliar tanpa perhitungan dan perincian yang jelas," kata Ilham.

"Dalam surat peringatan yang dikirimkan Cessor pada debitur tertanggal 21 Oktober 2021, pihak Cessor menagihkan pokok utang sebesar Rp17,6 miliar, bunga Rp17,9 miliar dan denda sebesar Rp31,3 miliar. Pihak Cessor dan Bank Victoria tidak memberikan rincian dan penjelasan terkait angka fantastis tersebut," kata Ilham. 

Selain itu, Ilham menambahkan debitur dibebankan juga biaya asuransi sebesar Rp7,7 juta, dan biaya pengalihan Cessie sebesar Rp500 juta, sehingga total kewajiban yang harus dibayarkan oleh debitur menjadi Rp67,3 miliar.

Nilai tersebut, kata Ilham, melebihi utang pokok dari nilai objek tanah dan bangunan yang dijaminkan.

Perusahaan penangkaran mutiara tersebut mempermasalahkan asetnya yang dilelang pada 7 Januari 2022 seharga Rp19,65 miliar.

"Ketika gugatan di PN Jakpus masih bergulir, pemenang lelang sudah mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini sangat aneh, karena objek lelangnya masih dalam sengketa dan belum berkekuatan hukum tetap (inkracht)," kata Ilham.

PT Pundi Pundi menjadi debitur PT Bank Victoria sejak tahun 2014 dan mengambil pinjaman sebagai modal kerja untuk perusahaan penangkaran mutiara tersebut. 

Adapun jumlah total kreditnya adalah sebesar Rp17,6 miliar dengan agunan tanah dan bangunan di daerah Kemang Timur. 

Pihak kuasa hukum PT Pundi Pundi telah melayangkan pengaduan ke berbagai instansi negara, diantaranya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, Inspektorat Jenderal Kementrian Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan lelang yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Tak hanya Bank Victoria dan cessornya, tergugat lainnya dalam perkara ini adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara & Lelang Jakarta V dan Notaris Suwarni Sukiman. 

Pihak notaris turut digugat karena mengesahkan pengalihan Cessie dari Bank Victoria ke Cessor tanpa sepengetahuan debitur.

"Dalam jawaban KPNL Jakarta V yang disampaikan di persidangan Mei lalu mereka menyampaikan bahwa prosedur lelang yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak ada perbuatan melawan hukum. Namun, dalam surat Kepala KPKNL Jakarta V tertanggal 10 Februari 2022, diinformasikan bahwa tidak ada pihak-pihak yang mengajukan lelang terhadap aset debitor yang diikat dalam Cesie. Kedua fakta-fakta tersebut sangat kontradiktif," tutup Ilham.

Sementara itu kuasa hukum Bank Victoria menegaskan bahwa gugatan PT PPLP tidak beralasan. 

Hal tersebut dikarenakan terjadinya kredit macet sejak PT PPLP diberikan kredit sebesar Rp18 miliar pada tahun 2014 dengan jaminan dua bidang tanah dengan SHM No.3040/Bangka dan SHM No.3411/Bangka atas nama Bambang Heryanto.