Studi Terbaru: Covid-19 Bergejala Berat Bisa Memicu Autoimun

Studi Terbaru: Covid-19 Bergejala Berat Bisa Memicu Autoimun
Studi Terbaru: Covid-19 Bergejala Berat Bisa Memicu Autoimun (Foto : )
Studi terbaru mengungkap bahwa Covid-19 bergejala berat dapat mengelabui sistem kekebalan untuk memproduksi autoantibodi, dan bisa memicu autoimun.
Studi terbaru menyebut Covid-19 bergejala berat dapat mengelabui sistem kekebalan untuk memproduksi autoantibodi, yang berpotensi menyerang jaringan sehat dan memicu penyakit inflamasi.Hal tersebut dipaparkan dalam makalah yang diterbitkan di Nature Communications. Disebutkan bahwa terdapat autoantibodi pada 50 persen dari 147 pasien Covid-19 dan 15 persen dari 41 sukarelawan yang sehat. Pada 48 pasien Covid-19, peneliti mengambil sampel darah di hari berbeda, termasuk hari masuk RS, untuk membantu melacak perkembangan autoantibodi."Dalam seminggu sekitar 20 persen dari pasien ini telah membentuk antibodi baru untuk jaringan mereka sendiri yang tidak ada pada hari mereka dirawat," ujar pemimpin penelitian, Dr Paul Utz dari Universitas Stanford dalam keterangan tertulis, dikutip dari
Reuters , Kamis (23/9/2021)."Jika pasien Covid-19 mendapatkan kasus bergejala berat, pasien dapat menghadapi masalah seumur hidup karena virus memicu autoimunitas. Kami belum mempelajari pasien cukup lama untuk mengetahui apakah autoantibodi ini masih ada satu atau dua tahun kemudian," lanjutnya.Penelitian lain menyebut virus corona hidup lebih baik di udara. Disebutkan, pasien Covid-19 dengan infeksi varian Alpha mengeluarkan virus 43 sampai 100 kali lebih banyak ke udara daripada pasien Covid-19 dengan varian corona versi asli.Para peneliti juga menemukan, masker yang longgar pada pasien Covid-19 mengurangi jumlah partikel bermuatan virus di udara hanya sekitar 50 persen."Penelitian kami menunjukkan bahwa varian virus corona terus menjadi lebih baik dalam perjalanan melalui udara. Kami harus menyediakan ventilasi yang lebih baik dan memakai masker yang ketat, selain vaksinasi, untuk membantu menghentikan penyebaran virus,” terang rekan penulis Don Milton dari University of Maryland School of Public Health dalam pernyataannya.