Biaya Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan Mahal? Ini Faktanya

pltb foto esdm antklik
pltb foto esdm antklik (Foto : )
Indonesia sedang memasuki masa transisi energi, berupaya mengubah sumber energi pembangkit listrik dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Namun benarkah pembangunan pembangkit EBT berbiaya mahal?
Di tengah transisi energi, pembangunan pembangkit EBT di Indonesia menemui sejumlah tantangan, antara lain anggapan tingginya biaya investasi hingga membuatnya kurang ekonomis.Namun Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana memaparkan data terbaru tentang semakin murahnya pembangkit EBT.Hal tersebut dipaparkannya dalam pelatihan media bertajuk "Transisi Energi-Potensi, Bisnis Proses dan Outlook" yang digelar Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas), secara daring, Sabtu (23/7/2022).Dadan mengakui, biaya pembangunan EBT pada beberapa dekade lalu memang mahal, tapi kini sudah jauh lebih murah."PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) ini biaya pembangunan, modalnya (tahun) 2010 hampir 5.000 dollar per kWh. Sekarang di bawah 1.000 (dollar per kWh)," katanya.Menurutnya, berbeda dari pembangkit tenaga fosil, untuk pembangkit EBT tidak perlu ada biaya bahan bakar, jadi cukup biaya pemeliharaan saja.Apalagi saat ini harga batubara terus melambung di pasar global hingga membuat pembangunan pembangkit EBT kian kompetitif."Di satu sisi (pembangkit) fosil agak mahal, di sisi lain baik itu PLTS maupun PLTB Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) menunjukkan angka penurunan. Hal yang sama juga dengan (harga) baterai," paparnya.Menurut Dadan, tenaga surya sangat dipengaruhi oleh cuaca, sehingga pasokan listrik bisa terganggu sewaktu-waktu.Oleh karena itu, agar pasokan listrik tetap terjaga, dibutuhkan baterai untuk menyimpan daya. Kabar baiknya,harga baterai litium terus turun dari tahun ke tahun.Dadan mengungkapkan, tren harga baterai litium telah anjlok  hingga 97 persen dalam kurun 30 tahun terakhir.Namun, ternyata pemanfaatan EBT di Indonesia masih sangat kecil atau 0,3 persen dari total potensi yang ada.Meski demikian, pemerintah menargetkan pada 2060 seluruh pembangkit listrik di Indonesia sudah menggunakan sumber tenaga dari EBT.Dadan menegaskan, selama masa transisi energi, pemerintah mendorong peningkatan penggunaan gas bumi yang jauh lebih bersih dibandingkan minyak bumi atau batubara di pembangkit listrik.Ia juga menyinggung pemanfaatan tenaga hidrogen dan nuklir sebagai sumber energi listrik Indonesia di masa depan.