Uni Eropa Desak China Bebaskan Jurnalis Warga dan 12 Aktivis Hongkong

china uni eropa
china uni eropa (Foto : )
Uni Eropa, Selasa (29/12), mendesak China membebaskan jurnalis warga, Zhang Zhan dan 12 aktivis Hong Kong yang ditahan, sementara blok itu mengupayakan kesepakatan investasi dengan Beijing.
Pernyataan mendesak Uni Eropa itu, disampaikan ketika blok itu bersiap untuk menyetujui perjanjian dengan China setelah tujuh tahun negosiasi yang melelahkan, meskipun ada kekhawatiran mengenai catatan hak-hak pekerja dan sipil China.Pengacara Zhang mengatakan, Zhang, Senin (28/12), dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun atas tuduhan "mencari-cari perselisihan dan memprovokasi masalah" selama liputannya tentang tahap awal wabah China di pusat gempa Wuhan."Menurut sumber yang bisa dipercaya, Zhang mengalami penyiksaan dan perlakuan buruk selama penahanannya dan kondisi kesehatannya memburuk secara serius. Ia sangat memerlukan bantuan medis yang memadai," kata juru bicara kebijakan luar negeri Uni Eropa Peter Stano dalam pernyataan.Pada hari Senin (28/12), Brussels juga menuntut pembebasan Yu Wensheng, seorang pengacara hak asasi manusia yang dipenjara pada 13 Desember.Uni Eropa mencantumkan nama, Li Yuhan, Huang Qi, Ge Jueping, Qin Yongmin, Gao Zhisheng, Ilham Tohti, Tashi Wangchuk, Wu Gan, Liu Feiyue "serta semua orang yang terlibat dalam pelaporan kegiatan demi kepentingan umum".Sepuluh aktivis prodemokrasi Hong Kong, Senin (28/12), juga diadili di kota Shenzhen di China setelah ditangkap oleh pihak berwenang ketika mencoba melarikan diri ke Taiwan dengan speedboat pada Agustus."Hak para terdakwa mendapat pengadilan yang adil dan proses hukum sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional dan sebagaimana diatur oleh Hukum Acara Pidana China belum dihormati," kata Stano dalam pernyataan kedua."Uni Eropa menyerukan pembebasan segera ke 12 orang ini dan segera mengembalikan mereka ke Hong Kong."Sebanyak 27 negara anggota Uni Eropa, Senin (29/12), menyetujui Komisi Eropa untuk melanjutkan perjanjian investasi dengan Beijing.Beberapa anggota parlemen telah menyatakan keprihatinan bahwa kesepakatan itu mengirimkan sinyal yang salah tentang hak asasi manusia, terutama atas perlakuan China terhadap minoritas Uighur dan Hong Kong.
VOA Indonesia