Catatan Ilham Bintang: In Memoriam Nano Riantiarno, "Naskahnya Akan Saya Tulis di Tempat Lain"

In Memoriam Nano Riantiarno, Naskahnya Akan Saya Tulis di Tempat Lain (Foto : Istimewa)

Biarpun dalam kondisi lemah  tidak menyebabkan semangat berkesenian Nano mengendor. Tahun ini ia merencanakan untuk pementasan teater di Papua. Judulnya " Matahari di Papua", naskahnya sudah dia rampungkan. Malah, Nano sudah pula memikirkan pementasan lanjutan "Matahari di Papua" itu. 

"Belakangan baru sadar itu sulit diwujudkan mengingat kondisinya. Mas Nano lalu bilang, naskahnya nanti dia selesaikan di tempat lain," kenang Ratna.

Nano salah satu seniman Indonesia yang saya kagumi. Kami puluhan tahun berkawan. Nano pribadi yang baik. Humble  dan familiar. Saya sedang berada di Melbourne, Australia ketika Nano masuk RS. Saya  mengikuti proses penanganan medis almarhum di RS melalui WAG Artis Senior dimana  ada Ratna di dalamnya.

Seniman Tangguh

Nano seniman tangguh. Nano berhasil mengatasi problem yang umumnya dialami  seniman dan grup teater di Tanah Air : kekurangan biaya produksi dan kurang apresiasi dari penonton. Nano berhasil mengelola Teater Koma dengan manajemen modern, menjadikannya  grup teater satu-satunya di Tanah Air yang berhasil menjadi "provit center". Maka itu bisa bertahan hingga kini, sementara group group teater besar yang lebih dulu berkiprah bertumbangan. Bahkan sepeninggal almarhum, saya yakin Teater Koma tetap akan berjaya. Ada Ratna Riantiarno bisa menggantikan posisinya memutar baling - baling kreatifitas Teater Koma.

Teater Koma punya agenda panggung yang teratur, punya penonton setia, punya hubungan kemitraan dengan banyak institusi bisnis. Kapan saja menggelar pementasan, dijamin ada penonton dan sponsor untuk membiayai produksinya. Pada waktu pandemi Covid19 saja pun Teater Koma tetap eksis dengan pertunjukan secara virtual. 

Bernama lengkap Norbertus Riantiarno, pria kelahiran  Cirebon  6 Juni 1949  berlimpah bakat :  aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia.