Kisah Jas Hujan “Kresek” Warna Hijau

Kisah Jas Hujan “Kresek” Warna Hijau (Foto : )

Hujan tiba-tiba mengguyur! Menunjukkan harkatnya sebagai air langit. Tidak peduli ada Presiden Jokowi di Desa Harkat Jaya saat itu. Suka-suka hujan turun ke Kecamatan Sukajaya. Seakan menegaskan bahwa Kabupaten Bogor adalah wilayah kekuasaannya. Presiden Joko Widodo mengalah pada hujan. Mengenakan jas hujan “kresek” cebanan warna hijau! Ya, hujan mengguyur lebat saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Selasa (7/1/2020). Pas, Jokowi berada di Desa Harkat Jaya. Untuk apa? Melihat langsung pekerjaan pembukaan akses jalan yang tertimbun longsor dan penanganan warga terdampak bencana. Begitulah cuit Jokowi dalam akun Twitternya @jokowi. [caption id="attachment_266559" align="alignnone" width="415"] Foto: Twitter[/caption] Hujun turun deras. Ajudan presiden memberi jas hujan “kresek” warna hijau yang kemudian dikenakan Jokowi. Jas hujan kresek ini biasa dijual di pinggiran jalan. Harganya? Harga pinggiran jalan juga, sekira Ceban alias Rp10 ribu. [caption id="attachment_266562" align="alignnone" width="621"] Foto: Media Realitas[/caption] Mengapa kresek? Tahun 2.000-an terjadi lonjakan penggunaan bahan-bahan sintetis seperti plastik dan nilon. Bahan ini dengan cepat disukai banyak orang karena harga murah, lebih mudah dibuat, dan benar-benar anti-air. Industri rumahan bahkan juga mampu memproduksi. Harga modalnya murah. Dijual cepat laku. Inilah kenapa jas hujan kresek banyak dijual di pinggiran jalan. Mengapa warna hijau? Warna jas hujan kresek cebanan memang beragam. Umumnya warna yang laku dipilih adalah warna-warna terang. Mengapa hijau? Pemakainya mudah terlihat saat hujan lebat terutama ketika jarak penglihatan berkurang. Apalagi saat itu warna cokelat lumpur mendominasi lokasi. Ya, kita memang tidak membahas Jokowinya maupun banjir dan longsornya. Tidak ambil pusing apakah ini setingan atau bukan. Ntar ada yang bilang, Eh itu kan merakyat pakai jas hujan murah meriah! Lalu ada lagi yang nyahut, eh cuma segitu rakyat menghargai presidennya? Ini kan musim hujan, apa tim pengawal presiden tidak nyiapin jas hujan? Ah, capek deh ... Sssttt ... kita tunggu saja apakah nanti pas hujan ada yang teriak, “Dibeli, dibeli! Jas hujan Jokowi, murah meriah ...” Semoga para pedagang jas hujan kresek makin mendapat berkah karena promo gratis ini. Langsung loh promo oleh orang nomor satu di negeri ini. Aamiin! [caption id="attachment_266563" align="alignnone" width="895"] Foto: Lovely Bogor[/caption] Oke, biar asyik kita lanjut ngobrolin si jas hujan kresek saja ya ... Jas hujan kresek cebanan ini adalah gambaran ketidakberdayaan atas kekejian manusia. Ya, manusia memang keji. Melakukan apa saja semaunya. Saat hujan turun, manusia berbondong memborong perangkat antiair ini di pinggiran jalan. Jasanya luar biasa meski nilainya rupiah sepuluh ribu. Mentang-mentang murah jadilah sampah saat sampai tujuan maupun rumah. Memang pada awalnya jas hujan kresek ini hanya diperuntukkan sekali pakai. Namun ada yang melakukan pengiritan, dipakai berkali-kali selama tidak robek. Ini tergantung perlakuan manusia padanya. Nah, ada satu jas hujan kresek yang nilainya tinggi dan harganya menjadi mahal. Jika paham, jas hujan kresek yang dikenakan Pak Jokowi silakan dikoleksi. Syukur ada foto bareng dan tanda tangan beliau di jas hujan kresek warna hijau itu. Oke, lalu darimana sih muasal jas hujan modern? Glasgow, Skotlandia. Negeri yang kerap turun hujan. Lembab. Adalah Charles Macintosh, seorang ahli kimia. Melawan basah, melakukan penelitian pakaian kedap air. Saat itu Revolusi Industri sedang terjadi, sekira tahun 1816. Dia mengembangkan lem dari karet yang dilebur minyak hasil penyulingan batu bara (nafta). Lem ini untuk lapisan tenun yang direkatkan kain wol. Jadilah jas hujan! Pada tahun 1823, Charles Macintosh pertama kali mematenkannya. [caption id="attachment_266567" align="alignnone" width="600"] Charles Macintosh. (Foto: Wikipedia)[/caption] Namun, hasilnya mengecewakan. Berat. Mudah sobek ketika dijahit. Bau karet. Tidak pula nyaman karena di musim dingin menjadi kaku. Sebaliknya di musim panas menjadi lengket. [caption id="attachment_266565" align="alignnone" width="598"] Thomas Hancock. (Foto: Wikipedia)[/caption] Thomas Hancock lebih dahulu mematenkan teknik penciptaan bahan elastis. Bahan yang digunakan dalam pembuatan sarung tangan, tali selempang, sepatu, dan stoking. Tapi dalam proses penciptaan bahan elastis pertama kali, ternyata terlalu banyak bahan yang terbuang oleh Hancock. Charles Macintosh kemudian menggandeng Thomas Hancock. Mereka mengembangkan proses vulkanisasi yaitu memanaskan lateks dan menggabungkannya dengan sulfur dan akselerator. Hasilnya, karet menjadi kuat dan lebih elastis sehingga tercipta kain yang lebih lembut, mudah dijahit, dan kedap air. Ratusan tahun berikutnya, inovasi kain antiair semakin berkembang. Desain mode aneka rupa, bahan pun beragam. Warnanya juga banyak pilihan. Harga juga variatif tergantung kualitas bahan dan bobotnya. Bahkan, inovasi murah meriah adalah jas hujan kresek yang harganya cebanan. Warnanya macam-macam, termasuk pula hijau seperti yang dikenakan Presiden Jokowi. (*)