Ritual dan Fenomena Mistis Malam Satu Suro di Jawa

1.-malam-satu-suro-dianggap-sakral-oleh-masyrakat-jawa-seperti-di-yogyakarta-dan-solo_ (Foto : )

Banyak sekali pertanyaan tentang fenomena mistis malam satu Suro dan dikaitkan dengan beberapa kegiatan yang menjadi pantangan di bulan Suro. newsplus.antvklik.com- Tahun Baru Islam 1441 Hijriyah atau 1 Muharam dalam kalender masyarakat Jawa disebut dengan 1 Suro. Tanggal 1 Suro akan jatuh pada tanggal 1 September 2019 atau Minggu besok.Malam satu Suro, merupakan malam yang sudah dianggap keramat oleh kebanyakan masyarakat Jawa dan para pemeluk agama Islam yang masih berafiliasi pada kerajaan Mataram Hindu-Budha pada zaman dahulu.Dikutip dari berbagai sumber, 1 Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro. Raja Mataram Islam Sultan Agung-lah yang mengenalkan kalender Jawa tersebut.Sebagai pemeluk Islam yang taat dan demi memperkuat Kerajaan Mataram Islam dengan tradisi Jawa dan pengaruh Islam dari kekuatan asing, dia menggabungkan penanggalan Islam yang banyak dianut oleh masyarakat pesisir dengan penanggalan Hindu atau Saka yang dipakai masyarakat Hindu Kejawen.Mengingat sejarahnya tersebut, 1 Suro dianggap sebagai hari yang sakral, sehingga sampai saat ini masih diperingati oleh masyarakat Jawa, terutama Solo dan Yogyakarta. Dan tanggal 1 Suro diperingati pada malam hari, tepatnya usai Magrib di hari sebelum tanggal 1. Soalnya pergantian hari di Jawa bukan pada tengah malam atau pukul 00.00, tapi sudah dimulai saat matahari terbenam pada hari sebelumnya. Karena itu, disebut dengan malam satu Suro.Keputusan ini ditempuh dengan latar belakang penetapan 1 Muharram sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar Bin Khattab, khalifah Islam di zaman setelah Nabi Muhammad wafat.Malam 1 Suro diperingati setelah magrib pada hari sebelum tanggal satu biasanya disebut malam satu Suro, hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.Menurut kepercayaan yang diyakini oleh sebagian kalangan, malam satu Suro ini adalah malam yang bisa dikatakan hari lebarannya makhluk gaib, dimana nantinya makhluk gaib, energi negatif dan sengkala atau yang biasa disebut “balak” oleh orang Jawa ini banyak sekali muncul.Itulah salah satu alasan yang membuat orang tua zaman dahulu melarang anaknya keluar rumah di malam 1 Suro ini, karena khawatir akan di goda makhluk gaib atau terkena balak tadi, ada baiknya juga larangan ini sebenarnya, karena mereka akan mengarahkan kepada berdoa dan tirakatan bersama.Selain itu di malam satu Suro ini juga malam yang sangat baik untuk para pemilik pusaka untuk mencucinya, penjamasan pusaka namanya.Di malam satu Suro ini memang seringkali dimanfaatkan oleh orang yang dianugerahi ilmu kanuragan, kedigdayaan atau ilmu-ilmu yang dimiliki oleh paranormal pada umumnya, setiap paranormal memiliki kegiatan atau tirakat tersendiri dalam memanfaatkan malam keramat ini.Ada yang melaksanakan ritual kungkum dan penjamasan pusaka, ada yang melakukan ritual pati geni, puasa ngebleng dan penjamasan pusaka, ada juga yang melakukan ritual larung kepala kerbau di lautan, ada yang melakukan siraman misalnya mengumpulkan keluarga yang masih 7 turunan untuk ritual ini dan masih banyak lagi kegiatan mistis lainnya, tujuannya sama berdoa untuk mendapatkan keselamatan di malam 1 Suro, malam yang diyakini penuh mistis dan keangkeran.Bukan hanya ritual untuk paranormal, bahkan masyarakat Jawa yang tinggal di sekitaran Kraton Surakarta juga masih ada yang melakukan ritual Mubeng Benteng (Mengitari Benteng Surakarta).Mengingat sejarahnya tersebut, 1 Suro dianggap sebagai hari yang sakral, sehingga sampai saat ini masih diperingati oleh masyarakat Jawa, terutama Solo dan Yogyakarta. Dan tanggal 1 Suro diperingati pada malam hari, tepatnya usai Magrib di hari sebelum tanggal 1. Soalnya pergantian hari di Jawa bukan pada tengah malam atau pukul 00.00, tapi sudah dimulai saat matahari terbenam pada hari sebelumnya. Karena itu, disebut dengan malam 1 Suro.Pada malam 1 Suro, ada beberapa ritual tradisi yang bakal dilakukan masyarakat Jawa malam nanti usai Magrib. Perayaannya pun beda-beda, tergantung daerah masing-masing. Misalnya di Solo, saat malam 1 Suro biasanya menghadirkan kebo atau kerbau bule.  Kerbau ini dianggap keramat oleh masyarakat Solo dan kotorannya bisa digunakan sebagai pupuk sebagai lambang keberkahan hasil tanam.Sementara di Yogyakarta, malam 1 Suro identik dengan membawa keris atau benda pusaka lain saat melakukan ritual Mubeng Beteng atau mengelilingi Benteng dengan pakaian tradisional.Di Temanggung akan dilakukan iring-iringan dengan membawa gunungan berisi hasil bumi dan sesaji. Setelah dibacakan doa oleh Lurah akan dilakukan rebutan gunungan oleh warga.Sementara di Malang dilakukan kirab sesaji mengelilingi desa di kawasan Gunung Kawi. Sama dengan di Temanggung, sesaji dan gunungan yang sudah dibacakan akan diperebutkan warga. Puncak perayaan 1 Suro adalah membakar patung raksasa yang melambangkan sifat jahat di Gunung Kawi.Di Kediri dilakukan ritual dengan membawa sesaji ke Petilasan Pamuksan Sri Aji Joyoboyo. Setelah sesaji didoakan, dilanjutkan dengan membakar melati. Pagi harinya, akan ada iringan pusaka menuju petilasan untuk membersihkan atau mensucikan pusaka tersebut.Apapun bentuk ritual yang dilakukan, tapi peringatan ini fokus pada ketentraman batin dan keselamatan. Karena itu, selain kirab, akan ada pembacaan doa untuk meminta keselamatan, berkah dan terhindar dari bahaya selama setahun ini.Dan selama bulan Suro, mereka juga akan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Mereka akan melakukan hal-hal positif dan mempersiapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik. (Berbagai Sumber)